STUDI KOMPARASI ANTARA METODE MTA (MAJLIS TAFSIR AL-QURAN) DALAM MENYIKAPI KONTRADIKSI HADITS TENTANG MUSIK DENGAN METODE ULAMA SYAFIIYAH
Abstract
MTA berkembang di tengah masyarakat Nusantara yang mayoritas kaum musliminnya adalah syafi'iyah. Sedangkan MTA tidak bermadzhab empat, tapi bermadzhab Al-Qur'an dan Sunnah, sebagaimana yang dikatakan oleh Ustadz Ahmad Sukino sebagai pimpinan MTA. Pernyataan beliau ini menjadi sesuatu yang menarik untuk diteliti, untuk mengetahui bagaimanakah metode MTA dalam menyikapi teks-teks al-Qur'an atau Sunnah yang dzahirnya kontradiksi. Peneliti di sini menjadikan teks-teks hadis tentang musik sebagai kajian utamanya. Kemudian metode MTA tersebut dikomparasikan dengan metode ulama syafi'iyah yang merupakan madzhab mayoritas kaum muslimin di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode diskriptif komparatif. Hasilnya: Metode MTA dalam menyikapi hadits-hadits tentang musik adalah mengamalkan hadits-hadits yang membolehkan dan mengenyampingkan hadits-hadits yang mengharamkan, meskipun hadits-haditsnya sahih dan meskipun terdapat padanya lafadz sharih yang mengharamkannya. Adapun metode Ulama syafi'iyah dalam hal ini adalah mengamalkan semua hadits-hadits tersebut, baik yang mengharamkan ataupun yang membolehkan, mengamalkan hadits-hadits yang membolehkan sebagai bentuk pengecualian dari apa yang diharamkan. Dengan seperti itu tidak menyisakan kontradiksi. Setelah dilakukan perbandingan, maka metode ulama syafi'iyah lebih baik dan lebih sempurna, obyektif dan adil, tidak ada kecondongan kepada salah satu pihak, baik kepada hadit-hadits yang membolehkan atau yang mengharamkan. Metode MTA dirasa kurang obyektif, karena hanya mengompromikan hadits-hadits yang membolehkan musik dengan satu hadits saja yang mengharamkan musik, sehingga masih menyisakan beberapa hadits sahih lainnya yang mengharamkan musik yang belum dikompromikan, diduga hal itu terjadi karena adanya kecodongan hati sebelumnya terhadap bolehnya musik.