Covid-19 dalam Perspektif Teologis, Fiqh dan Sains
Abstract
Konsep negara dalam menciptakan kesejahteraan rakyatnya sangat variatif (tidak tunggal). Bahwa tindakan pemimpin (pemegang otoritas) terhadap rakyat harus sesuai kemaslahatan umat. Secara otoritatif pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi rakyat. Didukung dengan logika agama “tasharraf al-Imami ‘ala ar-ra’iyati manuuthun bi al-mashlahati”. Begitu juga ketika terjadi wabah pandemi covid-19. Melalui kebijakan pemerintah terhadap pemberlakuan social distancing, phsycal distancing, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dimungkinkan memberikan dampak buruk pada aktifitas sosial, ekonomi, politik dan budaya lokal serta Nasional. Meskipun demikian demi penyelamatan kemanusiaan (bangsa) dari kepunahan, pemerintah mengeluarkan kebijkan-kebijakan tersebut. Pada sisi lain, masyarakat juga dihadapkan berbagai persoalan kehidupan yang bertumpu pada wilayah agama. Ragam interpretasi yang muncul terkait dengan doktrin pertahanan diri (survival) dari pandemi yang berbeda-beda. Pertama, interpretasi teologis akan mengantarkan pada ketidaktakutan pada pandemi sehinga masih melakukan aktifitas keagamaan sebagaimana sebelumnya. Namun pandangan ini akan kontra produktif dengan protokol pemerintah dan kurikulum medis yang menganjurkan, social distancing, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kedua, intepretasi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah. Logika fiqh ini lebih menekankan pentingnya mempertahankan diri untuk mencapai kesejahteraan jasmani (kesehatan)dalam melindungi jiwa tanpa menghilangkan nilai-nilai keimanan (esoterik) manusia kepada Khaliq. Interpretasi keagamaan yang rasional progesif inilah yang akan tepat menjadi solusi bangsa Indonesia dalam memutus mata rantai pandemi covid -19.