Konsep Keharaman Riba: Studi Atas Pemikiran Muhammad Bâqir Aṣ-Ṣadr dalam Iqtiṣâdunâ
Abstract
Tulisan ini berpijak pada maraknya upaya masyarakat melawan praktik riba yang mana secara ortodoks pelaku riba memang layak diperangi karena dia memerangi Allah dan Rasul-Nya. Secara tekstual, pengharaman riba sudah jelas (jâliy), hanya saja kontestasi pendapat masih berkutat pada pengharaman bunga bank (interest). Indonesia salah satu Negara dengan mayoritas Muslim yang berambisi mensyariahkan dunia perekonomiannya tidak dapat menghususkan pendapat ulama sunni semata. Sosok ulama syi`ah yang layak dijadikan pijakan dalam perekonomian Islam sekaligus dikaji pemikirannya dalam artikel ini adalah Bāqir Sadr. Menariknya, Bȧqir Sadr yang lahir dari kalangan Syi`ah yang masyhur dalam dunia keilmuan dan teknologi (rasionalist) justru mengeluarkan fatwa pengharaman bunga bank dimana bank merupakan sarana ekonomi yang masyhur di era modern saat ini . Pendapatnya ini mengimbagi pendapat kaum tekstualis dan menselisihi pendapat kontekstualis. Dengan demikian, penelitian terhadap Bāqir Sadr menjadi patut diusung demi memperoleh sisi novelty dari buah pikirnya yang memungkinakan kaum kontekstualis modern menerima celah tekstualitas dalam pengharaman bunga bank. Dengan mengkaji pandanganya dalam kitabnya, Iqtishaduna, Peneliti menemukan beberapa poin menarik yang berbeda dengan beberap ulama lain yang juga memiliki sudut pandang teologis dengan pendekatan tentang tekstulis atas pengharaman bunga bank yaitu: (1) Bunga bank termasuk kategori Riba; (2) Kadar Keimanan dan perilaku konsumsi riba; (3) Konsep kepemilikan; (4) Konsep Kekayaan; (5) Konsep kerja; dan (6) Resiko bukan alasan untuk menghalalkan Riba.