Church Tradition and Culture: No Admission of Children to the Holy Communion

Abstract

Abstrak Penulis mendiskusikan sikap penolakan terhadap kehadiran anak-anak penerima baptisan dalam perayaan Perjamuan Kudus sebagaimana yang dipraktekkan kebanyakan jemaat dalam lingkungan Gereja Kristen Jawa (GKJ). Bertolak dari penelitian terhadap Pokok-Pokok Ajaran (PPA) GKJ, penulis menunjukkan adanya inkonsistensi dalam penerapan PPA-GKJ. Pada satu sisi GKJ memahami Perjamuan Kudus sebagai perlambang kehidupan keluarga Allah. Tetapi pada sisi lain, anak-anak penerima baptisan tidak terhisab dalam keluarga Allah sehingga ditolak kehadirannya dalam Perjamuan Kudus. Ada dua penyebab yang melandasi praktek ini. Pertama, penetapan persyaratan yang terlalu tinggi bagi keikut-sertaan dalam Perjamuan Kudus. Kedua, masih kuat pengaruh paham dalam budaya Jawa tradisional tentang anak-anak sebagai kaum yang tidak bisa disetarakan dengan orang dewasa. Perspektif rangkap dari Roberth Schreiter yakni membuka tradisi gereja dan membuka budaya dipakai penulis untuk memperlihatkan bahwa penolakan terhadap anak-anak dalam Perjamuan Kudus merupakan tindakan yang bertentangan dengan hakikat Perjamuan Kudus. Abstract The author discusses the prohibition of entry of baptized children in the celebration of Holy Communion as practiced by most congregations in Christian Church of Java (Gereja Kristen Jawa/GKJ, Bahasa Indonesia). Drawing from the research conducted on the Principle Teachings (Pokok-Pokok Ajaran/PPA, Bahasa Indonesia) of GKJ, the author explains that there are inconsistencies in the implementation of PPA-GKJ. On one hand, GKJ understands that the Holy Communion is a symbol of life in God’s family. On the other hand, baptized children are not included within God’s family, which is the reason why they are not allowed to attend Holy Communion. There are two main reasons why this happens. First, difficult requirement for the permission to attend Holy Communion. Second, strong traditional Javanese ideology to exclude children from adult activities. The author employs Double perspective from Roberth Schreiter to analyze church tradition and culture to show that excluding children from Holy Communion contrasts to the main essence of Holy Communion.