Improvisasi Pesantren Sebagai Subkultur Di Indonesia

Abstract

Improvisasi pesantren sebagai sub kultur dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu carayanya yaitu: pertama, improvisasi sistem pendidikan pesantren. Pesantren saat ini mulai banyak yang memasukkan sistem pendidikan yang baru. Seperti realita yang terjadi, banyak pesantren yang mendirikan perguruan tinggi, dan sebaliknya. Atau di beberapa kota mulai didirikan pesantren yang bernuansakan dunia perguruan tinggi, meskipun di dalamnya tidak ada pendidikan yang secara formal disebut perguruan tinggi. Kedua, improvisasi pola sistem kepemimpinannya. Awalnya, kepemimpinan pesantren secara kukuh masih terpola dengan kepemimpinan yang sentralistik dan hirarkis yang berpusat pada satu orang kiai, tetapi pada saat ini beberapa pesantren modern sudah merubah sistem kepemimpinan menjadi multi leaders (kepemimpinan kolektif). Sistem ini dipandang perlu mengingat bahwa kepemimpinan yang ada sering tidak mampu mengimbangi kemajuan dan perkembangan pesantren yang dikelolanya, karena terjadinya penurunan karisma kiai. Ketiga, improvisasi kitab-kitab klasik yang menjadi sumber nilai pesantren. Pelestarian dan pengembangan pengajaran kitab-kitab klasik berjalan terus menerus dan secara kultural telah menjadi ciri khusus pesantren sampai saat ini. Pesantren merupakan lembaga keagamaan yang tidak bisa dipisahkan dengan nilai dan tradisi luhur yang berkembang di pesantren. Ini merupakan karakteristik yang memiliki puluang cukup besar untuk dijadikan dasar pijakan dalam rangka menyikapi modernisasi dan persoalan-persoalan lain yang menghadang pesantren dalam menghadapi arus globalisasi yang sangat pesat. Seperti nilai kesabaran, kesalihan, kemandirian, keikhlasan, dan kesederhanaan merupakan nilai-nilai yang dapat melepaskan masyarakat dari dampak negatif globalisasi dalam bentuk ketergantungan dan pola hidup konsumerisme yang lambat tetapi pasti akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan umat manusia.