Perkawinan Beda Agama Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
Abstract
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap manusia memiliki hak untuk hidup berkeluarga dengan cara melangsungkan perkawinan sesuai dengan Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Dalam perspektif hak asasi manusia, membentuk keluarga melalui perkawinan merupakan hak prerogatif pasangan calon suami dan istri yang sudah dewasa. Namun sayangnya, realitas ini menjadi dilematis jika dilakukan oleh pasangan beda agama. Polemik tentang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menjadi sorotan adalah Pasal 2 ayat 1. Dari Pasal 2 ayat (1) dapat disimpulkan bahwa undang-undang perkawinan menyerahkan sahnya suatu perkawinan dari sudut agama, jika suatu agama memperbolehkan perkawinan beda agama maka perkawinan agama boleh dilakukan tetapi jika suatu agama melarang perkawinan beda agama maka melakukan tidak boleh melakukan perkawinan beda agama. Oleh karena itu, perkawinan beda agama adalah perkawinan yang tidak sah menurut Undang-Undang Perkawinan. Kata Kunci: Perkawinan Beda Agama, Hak Asasi Manusia