MASKULINITAS DAN FEMINITAS KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM: KAJIAN DEFERENSIASI OTAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PERSPEKTIF NEUROSAINS

Abstract

Sikap komunikatif terhadap anggota dianggap sebagai peluang yang besar bagi perempuan dalam mengisi sector publik. Namun ternyata, kelebihan sikap tersebut tidak menjamin bahwa perempuan dapat mengimbangi presentase keterlibatannya secara signifikan menyamai laki-laki. Berdasarkan data dari Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan tahun 2019/2020 bahwa jumlah kepala sekolah perempuan di tingkat sekolah menengah Indonesia berjumlah 9.516 dan kepala sekolah laki-laki berjumlah 26.167. Selanjutnya, perempuan sudah lebih dulu tertampar paradigma bahwa memimpin berarti membawa sesuatu yang berat dan penuh risiko yang bertolak dengan sifat dasar feminim. Namun seiring berjalannya waktu, perempuan mulai menunjukkan eksistensinya dengan keluar dari ranah domestik.  Ketercapaian para pemimpin perempuan membuat gaya baru dalam memimpin yang tidak hanya mengandalkan otokratis dari maskulinitas laki-laki. Perbedaan gaya memimpin antara laki-laki dengan gaya maskulinnya dan perempuan dengan feminimnya memberikan kesan yang berbeda bagi tiap anggota. Gaya kepemimpinan yang maskulin cenderung berorientasi pada ketercapaian tugas dan gaya kepemimpinan yang feminim cenderung mengutamakan hubungan kinerja dengan anggotanya. Perbedaan dari sifat dasar maskulin pada laki-laki dan femimim pada perempuan tidak hanya disebabkan oleh konstruk budaya setempat, teapi berdasarkan struktur fisiologis otak laki-laki dan perempuan. Untuk itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kejelasan tentang perbedaan struktur otak manusia yang menyebabkan lahirnya tipologi dalam gaya pemimpin maskulin dan feminim untuk selanjutnya diharapkan dapat memberikan implikasi besar pada dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam.