SYI’AH DAN HADIS

Abstract

Sejak awal kemunculannya, Syi’ah memiliki hubungan yang dis-harmonis dengan hadis. Statement tersebut berangkat dari: Pertama, kepercayaan Syi’ah perihal imamah Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang dijustis mendapat mandat langsung dari Allah melalui dalil nas untuk mengggantikan posisi Nabi Muhammad. Dalam hal ini, Syi’ah tidak menemukan dalil nash yang shahih lagi sharih yang menjelaskan demikian. Terjadinya kesenjangan waktu antara masa hidup Nabi Muhammad dengan kodifikasi hadis membuka banyak celah bagi Syi’ah untuk melakukan pemalsuan dan kebohongan atas nama Nabi Muhammad; dalam istilah mushthalah al hadis disebut dengan istilah hadis maudlu’. Kedua, dalam memahami hadis yang sensitif berkaitan dengan muwalah, Syi’ah cenderung memahaminya secara leksikal tanpa mempertimbangkan aspek asababul wurudnya; menganulir hadis-hadis yang tidak sejalan dengan akidah mereka. Dua poin tersebut di atas akan menjadi pembahasan utama dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan kajian kepustakaan dengan pendekatan historis. Karena yang menjadi tolak ukur dalam penelitian ini adalah pendapat ulama’ Sunni, sehingga kitab-kitab hadis Sunni yang memiliki keterkaitan pembahasan akan menjadi sumber primer. Setidaknya peneliti menemukan dua hal. Pertama ulama’ Sunni mengklaim bahwa Syi’ah adalah firqah pertama yang melakukan pemalsuan hadis bahkan yang terbanyak. Kedua, hadis tentang muwalah, salah satunya adalah hadis Ghadir Khum dianggap oleh Syi’ah sebagai dalil legitimasi keimamahan Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Padahal menurut ulama’ Sunni, berdasarkan kajian asbabul wurud hadis, hadis Ghadir Khum disampaikan oleh Rasulullah guna membersihkan nama baik Sayyidina Ali bin Abi Thalib dari berbagai fitnah dan ujaran kebencian, bukan untuk menetapkan keimamahan Sayyidina Ali sebagaimana yang telah lama diamini oleh Syi’ah. Keywords: Syi’ah, Hadis, Sunni.