Memperkuat Kpk, Memberantas Korupsi
Abstract
Korupsi adalah kejahatan yang sangat buruk. Oleh karena itu, penanganan tindak pidana korupsi tidak hanya seraca konvensional, tetapi harus dilakukan dengan cara tertentu, yang memerlukan pendekatan khusus. Di Indonesia, KPK adalah lembaga pendukung dengan kekuatan luar biasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ide pembentukan KPK di provinsi adalah kebutuhan prioritas dan solusi realistis untuk situasi Indonesia saat ini. Keadaan Indonesia selama sepuluh tahun terakhir menunjukkan bahwa tren korupsi di daerah telah meningkat tajam. Pemerintah daerah yang mengendalikan kekuasaan dan pengelolaan pemerintahan sebenarnya telah melakukan banyak praktik korupsi. Keberadaan KPK yang hanya terletak di ibu kota negara tidak dapat menutupi penanganan kasus korupsi di semua daerah. Wilayah Indonesia yang luas, dengan 34 provinsi dan 514 kabupaten / kota, telah mempersulit KPK untuk memberantas korupsi di berbagai daerah. Kondisi ini diperburuk dengan terbatasnya jumlah personil yang dimiliki oleh KPK. Jumlah personel KPK yang kecil tidak sebanding dengan jumlah total wilayah pemerintah daerah di Indonesia. Di sisi lain, kinerja penegakan hukum seperti Kejaksaan dan Polisi juga tidak dimaksimalkan dalam mencegah dan menuntut kasus korupsi. Sejauh ini, lembaga yang diyakini mampu menangani korupsi adalah KPK. Pembentukan KPK daerah bukan untuk mengambil alih tugas dari Kejaksaan dan Kepolisian, tetapi bertujuan untuk mensinergikan kekuatan sumber daya di kedua lembaga, sambil memaksimalkan pemberantasan korupsi di daerah secara efektif. Kata Kunci : KPK, Memberantas Korupsi Abstract: Corruption is an abysmal crime. Therefore, the handling of criminal acts of corruption can not only be conventional, but it must be done in particular ways, which requires a specific approach. In Indonesia, KPK is a supporting institution with a stupendous power. With that special authority, it is possible for KPK to be more effective in combating corruption. This study deals with the issue of corruption with a focus on corruption cases in the region. Research is conducted to identify and offer the right alternative and effective solution to prevent and crackdown on corruption practice. Field research was conducted to determine the level of urgency, responsiveness, perception and expectations of the society on the discourse of local KPK establishment. The approach used is normative-empirical, focusing more on the phenomenon of corruption, both at the level of local government and central government. The data was obtained, from the results of field research (primary) and the literature study (secondary and tertiary). The results show that the idea of establishing KPK in the provinces is the priority needs and realistic solutions for the current Indonesian situation. The state of Indonesia over the past ten years shows that the trend of corruption in the regions has increased sharply. The local government controlling the power and management of governance has actually done a lot of corrupt practices. The existence of the KPK that is only located in the state capital cannot cover the handling of corruption cases in all regions. Indonesia's vast territory, with 34 provinces and 514 districts/cities, has made it difficult for the KPK to combat corruption in various regions. This condition is exacerbated by the limited number of personnel owned by KPK. The small number of KPK personnel is not very proportional to the total number of local government areas in Indonesia. On the other hand, the performance of law enforcement such as Attorney and Police is also not maximized in preventing and prosecuting corruption cases. So far, the institution that is believed to be able to handle corruption is KPK. The establishment of regional KPK is not to take over the duties of the Public Prosecution Service and the Police, but it aims to synergize the power of resources at both institutions, while maximizing corruption eradication in the regions effectively. If the KPK, the Attorney and the Police cooperate are able to synergize, the results will be very positive for the efforts to combat corruption in the region. From the aspect of legality, the establishment of regional KPK is the implementation of Article 19 paragraph 2 of Law Number 30 Year 2002 concerning KPK. Similarly, the position of KPK institutions has been in line with the Indonesian constitutional law. Therefore, KPK needs to strengthen and expand its institutional existence. The presence of regional KPK will accelerate the realization of good and clean governance. Daftar Pustaka Buku dan Jurnal: Andi Hamzah, 2002, Pemberantasan Korupsi Ditinjau Dari Hukum Pidana, Jakarta, Pusat Studi Hukum Pidana Universitas Trisakti. Artijo Alkostar, “Korupsi Sebagai Extra Ordinary Crime”, Training Pengarusutamaan Pendekatan Hak Asasi Manusia Dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia Bagi Hakim Seluruh Indonesia, 18-21 November 2013 Arya Maheka, 2006, ”Mengenali dan Memberantas Korupsi’ Penerbit KPK, Jakarta, dan Ainan dan Arya Maheka, 1982, Grasindo, Jakarta. Arrsa, Ria Casmi, 2014, Rekonstruksi Politik Hukum Pemberantasan Korupsi Melalui Strategi Penguatan Penyidik dan Penuntut Umum Independen KPK, Jakarta, Jurnal Rechtsvinding Vol. 3 No. 3 Tahun 2014. Dirman, 2012, Analisis-Status-Dan-Kedudukan-KPK, Jakarta, Press. Didik Supriyanto dan Lia Wulandari, 2013, Basa-basi Dana Kampanye, Jakarta, Perludem. Elwi Danil, 2011, Korupsi; Konsep, Tindak Pidana, Dan Pemberantasannya, cetakan ke-3, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Evi Hartanti, 2005, Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. Ermansyah Djaja, 2008, Memberantas Korupsi Bersama KPK Komisi Pemberantasan Korupsi Kajian Yuridis Normatif UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 versi UU Nomor 30 Tahun 2002, Sinar Grafiika, Jakarta, hal. XX. Faisal Santiago, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Kajian Legal Sosiologis, Jurnal Ilmu Hukum Lex Publica, 2014. Faisal Santiago, Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Oleh Penegak Hukum Untuk Terciptanya Ketertiban Hukum, Pagaruyuang Law Journal Vol.1 (1), 2017. Faisal Santiago, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Cintya Press, 2014 Jimly Asshiddiqie, 2010, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta, Sinar Grafika. Muqodas Busyro, 2011, Supervisi dan Koordinasi KPK. Jakarta, JCLEC. Saldi Isra, 2009, Sepuluh Tahun Otonomi Daerah: Kemajuan dan Persoalan Pemberantasan Korupsi di Daerah, Makalah Seminar Nasional, Padang Ekspres. Suyatno, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Tanzi, Vito, 1998, Corruption Around The World: Causes, Consequences, Scope and Cures, IMF Working Paper, WP/98/63, Mei 1998 UNODC (United Nation Office on Drugs and Crime), 2013, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia Tahun 2013, Jakarta, UNODC Indonesia Office. Peraturan Perundang-Undangan: UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250); UU Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Konvensi Internasional Hak-hak Sipil dan Politik) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558); UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Internet: Survey Transparency International (TI) www. kpk.go.id