Dimensi Hak Asasi Manusia Dalam Penanganan Kasus Pengungsi Rohingya: Pendekatan Hukum Interdisipliner
Abstract
Pemberitaan yang berkaitandenganpengungsiminoritas Rohingya Myanmar telahmenarikperhatianinternasional, setelahratusanawakkapalmelarikandiridari Myanmar danterdampar di Aceh. Menurut laporan PBB hingga Desember 2017, jumlahpengungsi Rohingya mencapai 515.000. Jumlah itu semakin bertambah mengingat konflik di Myanmar belum teratasi. Dalamartikeliniakandicermatibagaimanaperlindunganpengungsi Rohingya dalamperspektifhukuminternasionaldanhukumislam. Metodepenelitian yang digunakandalampenelitianiniadalahmetodepenelitianhukumnormatifkualitatifdenganpenalaranlogisdeduktif. Perlindunganpengungsi di bawahhukuminternasionaldiaturdalamKonvensiTahun 1951 danProtokolTahun 1967 yang mengaturprinsip-prinsipdanhakdankewajibanpengungsi. Apakahdalamhukuminternasionalatauhukumislam, prinsip yang diterapkan pada pengungsiadalahprinsipnon-refoulment. Ini menyatakan bahwa negara seharusnya tidak mengusir pencari suaka atau pengungsi memasuki wilayah itu. Prinsip ini telah menjadi hukum kebiasaan internasional sehingga harus dilaksanakan oleh semua negara. Prinsipnon-refoulementtidakhanyaterdapatdalamKonvensiTahun1951, tetapi juga secaraimplisittercantumdalamPasal 3 Konvensi Anti Penyiksaan, Pasal 45 ayat4 dariKonvensiJenewaKeempatTahun 1949, Pasal 13 dariPerjanjianInternasionaltentangHakSipildanHakPolitikTahun 1966, daninstrumenhakasasimanusialainnya.Asas ini juga telah diakui sebagai bagian dari hukum kebiasaan internasional. Dalam arti, sebuah negara yang belum menjadi anggota Konvensi Tahun 1951 harus menghormati prinsip non-refoulement. Menurut perlindungan pengungsi hukum Islam yang terkandung dalam QS. Al Hasyr: 9 yang berisi prinsip dan hak pencari suaka. Ada beberapa persyaratan yang harus diberikan untuk menjadi pencari suaka sesuai dengan ketentuan hukum islam. Pertama, pencari suaka berada di negara islam atau di daerah yang tunduk pada negara islam. Istilah negara islam meliputi wilayah di mana hukum islam diterapkan, dan mereka yang menghuninya, apakah muslim, non-muslim (dzimmiy) dan lain-lain, berada di bawah perlindungan islam dan dilindungi atas dasar aturan islam. Dalam hubungan ini, Abu Hanifah mengusulkan 3 (tiga) kondisi mengenai apa yang disebut negara Islam (Dar al-Islam), yaitu aturan yang diberlakukan yang berasal dari hukum islam, negara ini bersebelahan dengan negara-negara islam lainnya, dan penduduknya, baik muslim dan non-muslim, dilindungi atas dasar aturan islami. Demikian pula, perlindungan dapat diberikan, seperti yang akan kita bahas lebih lanjut, di wilayah-wilayah yang tunduk pada negara-negara Islam (seperti misi diplomatik atau kapal perang). Negara-negara pihak dan bukan peserta konvensi harus menerapkan prinsip non-refoulment yang telah menjadi hukum kebiasaan internasional. Faktanya, Rohingya belum menerima perlindungan pengungsi di bawah hukum internasional dan hukum islam sampai sekarang. Kata Kunci: Rohingya, Pengungsi, HukumInternasional, Hukum Islam Abstract The news relating to Myanmar Rohingya minority refugees attracted international attention, after hundreds of boatmen fled Myanmar and were stranded in Aceh. According to the United Nations report until December 2017, the number of Rohingya refugees reached 515,000. The number is increasing considering the conflict in Myanmar has not been resolved. In this article will examine how the protection of Rohingya refugees in the perspective of international law and Islamic law. Theresearchmethodusedinthispaper is qualitativenormativelegalresearchmethod with deductive logical thingking.Refugee protection under international law is regulated in the 1951 Convention and 1967 Protocol governing the principles and rights and obligations of refugees. Whether in international law or islamic law, the principle applied to refugees is a non-refoulment principle. It is states that the state should not expel asylum seekers or refugees entering the territory. This principle has become an international customary law so it must be implemented by all countries. The non-refoulement principle is not only contained in the 1951 Convention, but also implicitly listed in Article 3 of the Convention Against Torture, Article 45 paragraph 4 of the Fourth Geneva Convention of 1949, Article 13 of the International Covenant Covenant on Civil and Political Rights of 1966, and other human rights instruments. This principle has also been recognized as part of international customary law. In a sense, a country that has not been a party to the 1951 Refugee Convention must respect the principle of non-refoulement. According to Islamic law refugee protection is contained in the QS. Al Hasyr: 9 which contains the principles and rights of asylum seekers. There are several requirements that must be granted to be asylum seekers in accordance with the provisions of islamic law. First, asylum seekers are located in an islamic country or in an area subject to an islamic state. The term islamic state includes the territories in which islamic law is applied, and those who inhabit it, whether muslim, non-muslim (dzimmiy) and others, are under Islamic protection and protected on the basis of islamic rules. In this connection, Abu Hanifah proposes 3 (three) conditions regarding the so called islamic state (Dar al-Islam), ie the rules enforced originating from the islamic law, the country is neighboring to other islamic countries, and its inhabitants, both muslims and non-muslims, are protected on the basis of islamic rules. Similarly, protection can be given, as we will discuss further, in areas subject to islamic countries (such as diplomatic missions or warships). States Parties and non-participants of the convention should apply the principle of non-refoulment which has become customary international law. In fact, the Rohingya has not received refugee protection under international law and islamic law till now. Daftar Pustaka Buku Al-Mubin. 2012. Al-Quran dan Terjemahan. Pustaka Al-Mubin. Abu Wafa’, Ahmad. 2011. Hak Pencarian Suaka dalam Syariat Islam dan Hukum Interna-sional (Suatu kajian Perbandingan). Ter-jemahan oleh Dr. Asmawi dkk. UNHCR. Ardhiswastra, Yudha Bhakti. 2008. Penafsiran dan Konstruksi Hukum. Alumni. Erwin, M. and Busroh, F.F., 2012. Pengantar Ilmu Hukum. Refika Aditama. Bandung. Fahroy, C.A. and Syahrin, M.A., 2016. Antara Batas Imajiner dan Kedaulatan Negara. Imigrasi di Batas Imajiner, Jakarta: Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Soekarno Hatta. Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes. (2013). Pengantar Hukum Internasional. Alumni. Nasution, M. Arif. 2016. Globalisasi dan Migrasi Antar Negara. Alumni. Santoso, M. Iman. 2014. Perspektif Imigrasi dalam Migrasi Manusia. Pustaka Reka Cipta. Jurnal Ilmiah Allain, Jean. 2002. The Jus Cogens Nature of Non Refoulment, International Journal of Refugee Law, 538. Betts, Alexander. 2010. Towards a soft Law Framework for the Protection of Vunarable Irregular Migrants. International Journal of Refugee Law, 210. Handayani, Irawati. 2002. Perlindungan terhadap Pengungsi Domestik (Internally Displaced Persons) dalam Sengketa Bersenjata Internal Menurut Hukum Internasional. Jurnal Hukum InternasionaI, 158. Hasanah, Uswatun. 2010. Human Rights in The Perspective of Islamic Law. Jurnal Hukum Internasional, 718. Havid, Ajat Sudrajat. 2004) Pengungsi dalam Kerangka Kebijakan Keimigrasian Indonesia Kini dan yang akan Datang”. Jurnal Hukum Internasional, 88. Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media Group. Panjaitan, Saut P. Dasar-Dasar Ilmu Hukum: Asas, Pengertian, dan Sistematika. Penerbit Universitas Sriwijaya. Rismayanti, Irma D. 2009. Manusia Perahu Rohingya: Tantangan Penegakan HAM di ASEAN. Opinio Juris, 16 Riyanto, Sigit. 2010. The Refoulement Principle and Its Relevance in the International Law System. Jurnal Hukum Internasional, 697. Suwardi, Sri Setianingsih. 2004. Aspek Hukum Masalah Pengungsi Internasional. Jurnal Hukum Internasional, 35. Syahrin, M.A., 2017. Refleksi Teoretik E-Contract: Hukum yang Berlaku dalam Sengketa Transaksi Bisnis Internasional yang Menggunakan E-Commerce. Lex Librum: Jurnal Ilmu Hukum, 3(2). Syahrin, M.A., 2017. Actio Pauliana: Konsep Hukum dan Problematikanya. Lex Librum: Jurnal Ilmu Hukum, 4(1). Syahrin, M.A., 2017. Penerapan Hukum Deteni Tanpa Kewarganegaraan (Stateless) yang Ditahan Lebih Dari 10 (Sepuluh) Tahun di Rumah Detensi Imigrasi Jakarta. Fiat Justicia, 3(2). Syahrin, M.A., 2017. The Implementation of Non-Refoulement Principle to the Asylum Seekers and Refugees in Indonesia. Sriwijaya Law Review, 1, pp.168-178. Syahrin, M.A., 2018. Menakar Kedaulatan Negara dalam Perspektif Keimigrasian. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 18(1), pp.43-57. Syahrin, M.A., 2018. Aspek Hukum Laboratorium Forensik Keimigrasian: Studi Kasus Pemeriksaan Paspor Palsu Kebangsaan Inggris atas nama Abbas Tauqeer. Akta Yudisia, 3(1). Syahrin, M.A., et al. 2018. Legal Impacts of The Existence of Refugees and Asylum Seekers in Indonesia. IJCIET, 9(5). Syahrin, M.A., 2018. Penentuan Forum Yang Berwenang Dan Model Penyelesaian Sengketa Transaksi Bisnis Internasional Menggunakan E-Commerce: Studi Kepastian Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 7(2), pp.207-228. Syahrin, M.A., 2018, September. Penerapan Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam Melakukan Penyidikan Tindak Pidana Keimigrasian. In Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang (Vol. 4, No. 01, pp. 25-49). Syahrin, M.A., 2018. The Immigration Crime and Policy: Implementation of PPNS Authorities on Investigation. Journal of Indonesian Legal Studies, 3(02), pp.175-194. Lainnya Syahrin, M.A., 2014. Penyadapan oleh Australia, Saatnya Imigrasi Bersikap. Bhumi Pura, 1(1), pp.30-35. Syahrin, M.A., 2015. Imigran Ilegal, Migrasi atau Ekspansi?. Checkpoint, 3(1), pp.29-31. Syahrin, M.A., 2015. Hak Asasi Bermigrasi. Bhumi Pura, 11(1), pp.45-48. Syahrin, M.A., 2016. Eksodus Warga Negara Tiongkok: Antara Kebijakan dan Penyelundupan. Bhumi Pura, 6(1), pp.38-40. Syahrin, M.A., 2017. Imigran Ilegal dan HAM Universal. Bhumi Pura, 5(1), pp.29-34. Syahrin, M.A., 2018. Pembatasan Prinsip Non-Refoulement. Bhumi Pura, 1(1), pp.12-16. Syahrin, M.A., 2018. Jus Cogens dalam Protokol Penyelundupan Migran Tahun 2000. Bhumi Pura, 2(1), pp.13-16. Peraturan Perundang-Undangan Konvensi Tahun 1949 tentang Korban Perlindungan Perang terhadap Warga Sipil. Konvensi Tahun 1984 Anti Penyiksaan. Konvensi Tahun 1966 tentang Hak Sipil dan Hak Politik. Konvensi Tahun 1951 tentang Status Pengungsi. Protokol Tahun 1967 tentang Status Pengungsi.