INTERPRETASI SURAH AL-MAIDAH AYAT 38
Abstract
Tulisan ini membahas penafsiran QS. Al-Maidah: 38 tentang hukum potong tangan bagi pelaku pencurian. Ayat ini akan dikaji dengan menggunakan pendekatan semiotika, karena lafal-lafal dalam ayat tersebut merupakan simbol yang perlu dilakukan interpretasi. Salah satu teori semiotika yang menarik untuk dikaji dalam tulisan ini adalah semiotika Michale Riffaterre, yang menawarkan metode pembacaan dua tingkat, yaitu pembacaan heuristik dan hermeneutik (retroaktif), disempurnakan dengan kajian hipogram (intertekstual). Menurutnya, dalam memahami dan mengungkap makna suatu karya sastra tidak cukup dengan pembacaan heuristik (makna menurut konvensi bahasa) saja, perlu dilanjutkan dengan pembacaan secara hermeneutik yang berdasarkan pada penafsiran agar mendapatkan pemaknaan lebih komprehensif. Adapun hasil dari pengaplikasian semiotika Michale Riffaterre terhadap QS. Al-Maidah: 38 adalah: lafal al-sāriqu wa al-sāriqatu dan faqṭa’u aidiyahumā, mengalami dinamika dan perkembangan dari masa ke masa. Lafal sariq dengan makna dasar “mencuri” mengalami penciptaan arti (creating of meaning) yang bisa dimaknai dengan “korupsi”, karena memliki unsur yang sama. Sedangkan lafal faqṭa’u aidiyahumā yang makna literalnya adalah potong tangan mengalami penggantian arti (displacing of meaning) dengan makna ta’zīr (seperti denda, penjara, atau pengasingan), karena ayat tersebut dipahami secara majāzi bukan pada lafal yang umum. Sehingga, pesan utama atau spirit yang terkandung dalam ayat tersebut bukanlah pada jenis hukumannya tetapi pada efek jera yang ditimbulkannya. Kata kunci: Al-Maidah: 38, semiotik, heuristik-hermeneutik