Sosok Perempuan Jawa dalam Novel GGA Perspektif Amangkurat I: Tinjauan Strukturalisme Genetik

Abstract

This study aims to describe the social structure of the GGA novel based on the perspective of the Mataram ruler. This research is a qualitative descriptive study with a research strategy using content analysis with a genetic structuralism approach. Data and data sources in this study are in the form of words, phrases, sentences, and paragraphs contained in the GGA novel by RH Widada. Other than that the data will be supported by the transcript results of the author’s interview. Data collection techniques with library techniques, refer to and record. Data validation techniques with data triangulation, researchers, and methodology. Data analysis in this study used the interactive model analysis Miles and Huberman. The result showed that the figure of Javanese woman was seen as a figure that could be taken to be a concubine or consort in accordance or consort in accordance with the wishes of the king regardless of marital status or not, a female figure could also be possessed by the king by searching/hunting throughout the country, a cruel punishment to women, the use of women as initiators kenya formidable king’s bodyguards and women symbol of the king’s keprabon revelation.AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk memaparkan struktur sosial novel GGA berdasarkan prespektif penguasa Mataram. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan strategi penelitian ini menggunakan analisis isi (content analysis) dengan pendekatan strukturalisme genetik.  Data dan sumber data dalam peneltian ini berupa kata, frasa, kalimat dan paragraf yang terdapat dalam novel Gadis-Gadis Amangkurat karya RH Widada. Selain itu data akan didukung dengan hasil transkripsi wawancara kepada pengarang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pustaka, simak dan catat. Teknik validasi data dengan triangulasi data, peneliti, dan metodologi.  Analisis data dalam penelitian ini yaitu menggunakan analisis model interaktif Miles and Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  sosok perempuan Jawa dilihat sebagai sosok yang dapat diambil untuk dijadikan selir atau permaisuri sesuai dengan kehendak raja tanpa mempertimbangkan status bersuami atau tidak, sosok perempuan juga dapat dimiliki raja degan cara pencarian/pemburuan ke seluruh pelosok negeri, hukuman kejam kepada perempuan, penggunaan perempuan sebagai Trinisat Kenya pengawal raja yang tangguh, dan perempuan simbol wahyu keprabon raja.