BUDAYA BANYUMASAN TAK SEKADAR DIALEK (REPRESENTASI BUDAYA BANYUMAS DALAM PROSA KARYA AHMAD TOHARI)

Abstract

<p>Pelestarian budaya Banyumasan kembali bergaung di jagat <em>penginyongan</em>. Beberapa diskusi dan lokakarya tak urung membicarakan hal itu. Semakin memudarnya penggunaan dialek <em>ngapak-ngapak</em> (sebagai subsistem budaya) di kalangan generasi muda menjadi perbincangan hangat beberapa budayawan Banyumas.  Padahal, bahasa Banyumasan merupakan aset budaya yang sangat penting. Istiyani (2004:6) menyatakan bahwa pandangan dunia adalah perefleksian pengalaman, pengetahuan, dan pemahaman dalam bentuk bahasa yang merupakan hasil penerimaan rangsangan dari alam sekitar melalui pancaindranya. Pandangan dunia komunitas bahasa dapat ditentukan dengan memeriksa sejumlah kosakata (Suhandano, 2004 dalam Syarifuddin, 2008:41). Berdasar pada teori tersebut dapat dikatakan bahwa Bahasa Banyumas sebagai sistem lingusitik sudah tentu memiliki pola khas yang akan merujuk pada pola dasar metalitas (<em>basic assumption</em>) masyarakat Banyumas.</p>