Chiefdom Madinah: mengurai kekeliruan tafsir Negara Islam

Abstract

Tulisan ini mengangkat Apakah Negara Madinah itu sebuah doktrin teologis yang bersifat finalistis ataukah eksperimentasi sejarah yang bersifat kondisional? Buku Chiefdom Madinah ini ditulis dengan riset amat serius. Pendekatan dan metode yang dipakai dalam buku ini interpretasi sosio-historis. Dengan metode book review peneliti memperlihatkan kepada pembaca ternyata bagi penulis buku Chiefdom Madinah: Salah Paham Negara Islam bahwa Islam dan tradisi Arab jahiliah sama-sama memberi andil bagi kemunculan “Chiefdom Madinah”, yakni sebentuk pranata kekuasaan terpusat pra-negara (pre-state) yang jadi sumbu tata kelola masyarakat Muslim Arab di Madinah dan wilayah taklukannya di masa Rasulullah SAW dan keempat khalifah penggantinya. Praktik pengorganisasian kekuasaan pada waktu itu memang menyerap banyak elemen sosial-budaya setempat, bersifat sementara, ad hoc, dan belum menampakkan bentuknya yang matang. Hingga kini, belum ada kesepakatan mengenai konsep politik dalam Islam, seperti konsep sebuah negara Islam. Negara Islam yang didirikan Rasulullah dipandang sebagai bentuk paling ideal. Tapi, masih terbatas pada ajaran yang ideal, belum sampai pada model baku dan terperinci yang dibutuhkan dalam pendirian sebuah negara modern. Buku ini hadir di tengah banyaknya tuntutan sekolompok orang yang ingin memperjuangkan syariat Islam dalam bernegara karena dianggap pilihan ideal untuk menjawab segala persoalan dan problem kemanusiaan dan keumatan. Sementara, perjuangan menegakkan syariat dikhawatirkan justru akan menjadikan agama sebagai alat legitimasi politik belaka. Setidaknya, dengan membaca buku ini kita tidak lagi terjebak pada perdebatan-perdebatan sempit yang mengarah pada hal-hal yang sifatnya distorsif. Buku ini merupakan hasil kajian yang sangat penting bagi khazanah politik Islam, khususnya dalam konteks Indonesia yang terkadang masih berlangsung tarik menarik antara Negara agama dan Negara sekuler.