Keabsahan Pengambil Alihan Pengelolaan Maupun Penguasaan Tanah Wakaf Oleh Ahli Waris Wakif
Abstract
Perwakafan di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dengan diberlakukannya undang-undang tersebut maka pelaksanaan wakaf harus berdasar pada UU No.41 Tahun 2004. Pada praktiknya masih terjadi penyimpangan salah satunya adalah mengenai pengambil alihan pengelolaan dan penguasan tanah wakaf oleh ahli waris wakif. Pada ketentuanya yang diberikan tugas untuk mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf adalah nazhir atau seseorang yang telah ditunjuk oleh wakif, sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU No. 41 Tahun 2004 Wakaf. Ahli waris tidak memiliki hak apapun untuk menguasai ataupun mengambil alih pengelolaan harta benda wakaf apabila tidak ditunjuk sebagai nazhir, hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 40 UU No. 41 Tahun 2004 menyatakan bahwa harta benda wakaf dilarang untuk dijadikan jaminan, disita, diwariskan, ditukar atau dialihkan dalam bentuk lainnya kemudian dalam Pasal 3 UU No. 41 Tahun 2004 menyatakan bahwa wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan. Maka dapat dikatakan bahwa ahli waris yang mengambil alih pengelolaan harta benda wakaf adalah tidak sah karena yang diberikan tugas dan wewenang mengenai hal tersebut adalah hanya seseorang yang ditunjuk sebagai nazhir oleh wakif.Apabila terjadi sengketa wakaf maka berdasrkan Pasal 62 UU No. 41 Tahun 2004, sengketa dapat diselesaikan dengan cara musyawarah, apabila musyawarah tidak dapat menyelesaikan sengketa maka dapat dilakukan dengan cara mediasi, kemudian apabila mediasi masih belum dapat menyelesaikan sengketa dapat menggunakan sistem arbitrase syariah dan apabila sengketa masih belum juga dapat diselesaikan maka dapat menyelesaikan sengketa melalui pengadilan agama.