Menakar Eksistensi Prosesi Adat Sasak Dilihat dari Aspek Kesantunan & Penggunaan Bahasa: Teropong Pandang Sosiolinguistik
Abstract
Komunikasi lintas budaya Holmes yang berkaitan dengan esensi kesopanan selama dekade belakangan ini menjadi satu acuan ketika masalah kesopanan dipersoalkan. Artinya, secara mutlak kerangka berpikir tersebut bisa dikatakan berlaku secara universal. Namun demikian, hal semacam itu mulai terbantahkan ketika satu fenomena sosial yang terjadi di masyarakat Peroe dijadikan sebagai bahan bandingan. Secara umum, Holmes menyatakan bahwa semakin tinggi kelas sosial seseorang, maka tingkat imperatif cenderung digunakan. Tetapi sebaliknya, hal yang demikian justru tidak berlaku pada prosesi Sorong Serah Aji Krama masyarakat Peroe. Pada fenomena yang dimaksud, tidak terlihat sama sekali penonjolan kelas sosial atas maupun rendah terkait dengan kesantunan. Selain itu, besar pula kemungkinan formula Holmes tadi berlaku terbalik pada fenomena tersebut. Atas dasar asumsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa (1) stratifikasi sosial yang dikorelasikan dengan kesantunan dalam prosesi adat di masyarakat Peroe, berbanding terbalik dengan formula yang disajikan Holmes; (2). pada komunikasi lintas kelas, modus imperatif lebih cenderung digunakan kelas sosial tinggi terhadap kelas sosial yang ada di bawahnya, tidak berlaku dalam prosesi adat di masyarakat Peroe.