MENAATI PERATURAN PEMERINTAH DAN UNDANG-UNDANG MENURUT SYARIAT ISLAM

Abstract

Dalam sebuah negara demokrasi, peraturan, undang-undang dan hukum selalunya tidak sesuai dengan peraturan yang ada dalam syariat Islam. Kalaupun ada maka tidak sepenuhnya diambil dan digunakan. Sebut saja Indonesia atau Malaysia, kedua negara ini menganut asas demokrasi, segala jenis peraturan lebih kepada hukum yang telah di atur oleh Peraturan Pemerintah dan Undang-undang. Sedangkan hukum Islam hanya pada beberapa bagian saja, diantaranya: Hukum Perkawinan, Waris, Perceraian, Hibah dan Wakaf. Berbeda halnya dengan negara yang berbentuk kerajaan Islam, seperti Kerajaan Saudi. Hampir seluruh peraturan dan undang-undang yang berlaku, berdasar kepada syariat Islam yang bersumber dari Al Quran, Sunnah, Ijma’ para ulama serta qiyas. Jika dilihat dari jenis hukuman yang dijatuhkan oleh syariat Islam, pada hakikatnya bertujuan memberikan efek jera terhadap setiap orang yang melihat atau bahkan hanya mendengarnya, sehingga untuk melakukan sebuah tindakan kejahatan, seseorang harus berpikir panjang untuk memulai. Di Indonesia sendiri, satu-satunya prospinsi yang menerapkan syariat Islam adalah Propinsi Aceh Darussalam, Syariat Islam di Aceh telah berlaku sejak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu sejak memerintahnya Raja Iskandar Muda. Kemudian dilanjutkan masa setelah Kemerdekaan, masa Orde baru, revormasi dan sampai dengan masa sekarang ini. Dasar hukum pelaksanaan syariat Islam di Aceh adalah UU no 44 tahun 1999 dan UU no 18 tahun 2001, dan juga qanun yang mengatur tentang syariat Islam.[1]   [1] Iskandar. 2018. Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh. Serambi Akademica, Volume VI Nomor 1 Mei 2018. Hlm. 78.