HUMANIORA DALAM PENDIDIKAN TEOLOGI

Abstract

Teologi, hingga kini masih ada dalam perjuangan untuk dapat diterima sebagai ilmu mandiri, paling tidak di Indonesia. Proses tarik menarik antara yang menerima dan yang menolak teologi sebagai ilmu pada akhirnya bermuara pada bentuk-bentuk yang bersifat kompromistis, dan tentunya tidak bersifat permanen. Dalam tataran klaster ilmu, teologi juga mengalami kesulitan untuk menempatkan diri sebagai bagian rumpun ilmu apa? Apakah masuk dalam rumpun filsafat atau ilmu- ilmu humaniora. Dalam proses ini, katakanlah, teologi masuk dalam rumpun ilmu-ilmu humaniora, di mana teologi tidak bisa melepaskan diri dari persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Sehingga dalam rancang bangun teologi hingga implikasinya dalam ranah praksis tentunya tidak cukup manakala hanya dilakukan pembaruan struktur-struktur keilmuannya yang tertuang pada kurikulumpendidikan teologi, yang pada akhirnya hanya bermuara pada sebaran ilmu, metode dan paradigma keilmuannya. Dengan demikian, teologi hanya akan bergulat dengan hal-hal yang bersifat teoritis belaka. Berkaca dari hal sebelumnya, maka, di pandang penting untuk dilaksanakan pembaruan kultur dalam proses pendidikan teologi. Pendidikan tinggi teologi mempunyai peran penting dalam menopang pembangunan kultur teologi sebagai ilmu melalui proses pendidikan yang lebih humanis. Salah satu unsur positif yang dapat dikembangkan lebih lanjut dalam pendidikan teologi ialah terdapatnya artikulasi antar-jenjang dan jenis penerapannya, mendidik mahasiswa agar memilki pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang lebih terbuka terhadap kemanusiaan. Keadaan ini perlu lebih dikembangkan lagi dengan memperluas pijakannya. Artinya, di dalam pengembangan artikulasi humaniora dalam pendidian teologi janganlah bersifat eksklusif tetapi merupakan bagian dari pelaksanaan in-klusifitas pendidikan teologi yang mengarah pada community based education. Tetapi perlu untuk diwaspadai bahwa community yang dimaksud di sini bukanlah suatu community yang eksklusif, tetapi community Indonesia yang beragam, dan semua ini dapat terjadi jika  pendidikan teologi menekankan nilai-nilai humanity dalam kerja ilmunya.