NEGOTIATING WITH MODERNITY: Veiling in the Early Twentieth Century of Indonesia

Abstract

Meski praktek jilbab sudah dikenal di Indonesia sejak abad 17, sejarah mencatat jilbab mulai dikenal lebih  luas sejak awal abad 20 bersamaan dengan masuknya modernisasi dan Islamisasi di Nusantara. Modernisasi yang dikenalkan bersamaan dengan kebijakan politik Etis kolonial Belanda memberi peluang lebih luas bagi perempuan untuk mendapatkan akses pendidikan di sekolah. Pada saat yang sama, revivalisme Islam yang dimotori oleh Muhammadiyah juga turut mendorong perempuan untuk terlibat aktif mengenyam pendidikan. Namun, dorongan bagi perempuan untuk terlibat dalam aktifitas publik melalui pendidikan juga dibarengi dengan seruan untuk menutup aurat mereka di ruang publik sebagaimana ajaran Islam dan diikuti dengan segregasi di beberapa aktifitas perempuan. Artikel ini berusaha melihat kompleksitas praktek jilbab di masa akhir kolonialisme Belanda sebagai bentuk negosiasi perempuan muslim dimana wacana modernisasi, revivalisme Islam dan nasionalisme berjalin kelindan turut mempengaruhi praktek tersebut.