EKOSUFISME BERWAWASAN GENDER DALAM AL-QUR’AN
Abstract
Environmental damage is increasingly a problem of the world. Environmental organizations in the world such as Green Peace, WWF and IPCC in 2014 showed that the damage on the earth, the sea and the air has reached a very worrisome stage. Scientists with a variety of expertise have been trying to offer solutions on this problem, including religious studies scholars who have also tried to build a paradigm based on the scripture. In a profoundly Sufi scientific tradition, the idea of eco-sufism in reconstructing the anthropocentric paradigm is interesting because it touches the deepest dimensions of humanity to build consciousness in the conservative action for the sake of the God. The writer also tries to unite gender relations with eco-sufism, as an effort to build an integral and holistic paradigm of society. This is because, without an integrated and holistic paradigm for all the people in the world, environmental conservation efforts will be only limited to small groups of humans among 2 (two) billion citizens of the world. [Kerusakan lingkungan terus menjadi permasalahan yang begitu mengkhawatirkan masyarakat dunia. Organisasi lingkungan di dunia seperti Green Peace, WWF dan IPCC pada tahun 2014 menunjukkan bahwa kerusakan di bumi, laut dan udara sudah sampai tahap yang sangat mengkhawatikan. Saintis dengan berbagai keahlian mencoba menawarkan solusi atas berbagai persoalan ini, termasuk para ahli agama yang mencoba masuk dalam tatanan membangun paradigma masyarakat sesuai arahan kitab suci. Dalam tradisi ilmiah sufi yang kental dengan nuansa spiritual, gagasan tentang eko-sufisme dalam merekonstruksi paradigma antroposentris adalah hal menarik kare- na menyentuh dimensi terdalam manusia untuk membangun kesadaran beraksi dalam konservasi demi rida Ilahi. Penulis juga mencoba untuk menyatukan relasi gender dengan ekosufisme, sebagai tawaran dalam upaya memba- ngun paradigma masyarakat yang integral dan holistik. Ini karena, sehebat apapun upaya yang dilakukan, tanpa membangun paradigma yang terintegrasi dan holistik bagi segenap masyarakat dunia, upaya konservasi lingkun- gan hanya akan dilakukan segelintir kelompok manusia di antara 2 Milyar warganya.]