Intrepretasi Kontekstual Ahmad Syafi’i Ma’arif Atas Peran Perempuan di Ruang Publik dalam QS. An-Nisa: 34
Abstract
Artikel ini bertujuan untuk mendialogkan pemahaman Ahmad Syafi’i Ma’arif, seorang negarawan dan agamawan di Indonesia kontemporer, atas QS. an-Nisa: 34 dengan diskursus kesetaraan gender dalam mengkontekstualisasikan ajaran Islam di Indonesia, termasuk peran perempuan di ruang publik. Letak penting pemahaman Ahmad Syaf’i Ma’arif adalah kemampuannya dalam memberi sikap tengah, tidak konservatif dan tidak juga liberal, dalam mengemukakan spirit kepemimpinan perempuan menurut Islam dan Negara. Syafi’i Maarif menilai wacana konteks antara Arab-Indonesia tidak dapat diabaikan ketika pembaca teks hendak memahami kandungan QS. an-Nisa: 34. Perempuan Arab memiliki ruang dan dinamikanya sendiri, yang berbeda dengan perempuan di Indonesia, sehingga konteks ini berpengaruh dalam memahami al-Qur’an. Catatan kesetaraan gender Syafii Maarif adalah ada keadaan tertentu, seperti mengandung dan melahirkan, yang hanya dilakukan oleh perempuan. Upaya Ahmad Syafii Maarif dalam mengkontekstualisasikan QS. an-Nisa: 34 adalah kerja penting atas pembumian al-Qur’an sebagai pedoman (QS. al-Baqarah: 2 dan 185) ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga Islam yang rahmatan lil alamin dapat dirasakan dari segi pengangkatan peran perempuan di ruang publik.[This article aims to provide understanding of Ahmad Syafi’i Ma’arif, an Indonesian statesman and religious leader, over QS. An-Nisa: 34 with the discourse of gender equality in the contextualization of Islamic teachings in Indonesia, including the role of women in public space. The important point of understanding Ahmad Syaf’i Ma’arif is in his ability to give a central, non conservative and illiberal in raising the leadership spirit of women according to Islam and the state. Syafi’i Maarif assessed that the context discourse between Arab-Indonesia can not be ignored when the reader want to understand the content of QS. An-Nisa: 34. Arab women have its own space and dynamism, that is different from women in Indonesia, so this context is influential in understanding the Qur’an. The notion of the gender equality of Syafi’s Ma’arif is that there are certain circumstances, such as pregnant and childbirth, that only women can do. The efforts of Ahmad Syafi’i Ma’arif in contextualizing QS. An- Nisa: 34 is an important work on the ground of the Qur’an as a guideline (QS. Al-Baqarah: 2 and 185) into the lives of Indonesian society, so that Islam, as rahmatan lil alamin, can be felt in terms of the female role in the public space.]