Women’s Marginalization and the Androcentric Religious Interpretation in the History of Aceh Kingdom
Abstract
Sejarah Indonesia dan agama di Indonesia bersifat androsentrik, yaitu didominasi oleh dan tentang laki-laki, dan dengan demikian telah meminggirkan sejarah perempuan. Model sejarah yang androginis penting dikembangkan, yaitu model yang mengakomodasi suara dan cerita perempuan dan laki-laki serta memungkinkan mereka untuk memiliki tempat yang sama dalam sejarah tersebut. Tulisan ini menguraikan peran perempuan dalam sejarah Kerajaan Aceh dan mengkaji pengaruh agama dan gender dalam proses peminggiran perempuan. Aceh terkenal sebagai wilayah Islam dimana nilai-nilai agama dominan dan menjadi jantung dari kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Di satu sisi, potret Ratu Aceh menarik karena Aceh merupakan satu-satunya kerajaan Islam di dunia yang pernah mengakui perempuan sebagai pemimpin tertinggi kekuasaan politik dalam pemerintahan. Di sisi lain, nilai-nilai agama mewarnaimasyarakat Aceh, dan pada saat yang sama budaya patriarki menjadi jantung kehidupan politik. Budaya patriarki yang dominan menyebabkan perempuan termarginalisasi dalam kehidupan publik dan dalam sejarah. Agama dan gender memainkan peran penting dalam melegitimasi identitas kolektif dan pada saat yang sama diskriminasi terhadap perempuan. Dalam konteks Aceh, perdebatan tentang kelayakanperempuan sebagai pemimpin dalam Islam telah memberikan kontribusi terhadap proses peminggiran perempuan. Peminggiran perempuan di arena politik dan kehidupan publik menjadi masalah serius karena berkelit kelindan dengan keyakinan agama yang androsentris, patrarkhi dan kepentingan politik.