PEMIKIRAN TRANSFORMATIF SOEKARNO DALAM POLITIK ISLAM (Pendekatan Transformatif Bill Gould, Karl Stenbrink, dan Kontowijoyo)
Abstract
<p align="center"><strong>ABSTRAK</strong></p><p align="center"><strong> </strong></p><p>Soekarno menyeru umat Islam untuk “menggali api Islam”, karena Soekarno melihat bahwa kaum Muslimin baik di Indonesia maupun di dunia hanya mewarisi “abu” dan “arang“ yang mati dan statis dari warisan kultural. Kemunduran Islam disebabkan karena pensakralan fiqh dan ijma ulama yang kemudian berujung pada penutupan pintu ijtihad, bahkan Fiqh telah menjadi algojo roh semangat Islam. Dalam persoalan tabir, pensucian bekas jilatan anjing, transfusi darah, perbedaan bank dengan riba harus dilakukan rekontruksi kalau Islam ingin maju.<strong> </strong>Perdebatan mengenai bentuk negara antara nasionalis-sekuler dengan kelompok nasionalis-Islam membuat Soekarno berpikir untuk menemukan formulasi yang bisa diterima oleh semua kelompok, yakni Rumusan Pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan akumulasi perdebatan dua kelompok tersebut. Selain perdebatan tersebut, Soekarno juga menghadapi persoalan sistem parlementer yang mengalami jatuh bangun sehingga Soekarno menggagas Demokrasi Terpimpin serta Soekarno menggagas konsep NASAKOM atau integrasi persoalan bangsa dari nasionalisme (PNI), agama (NU), dan sosialisme (PKI) dengan dukungan militer.</p><p> </p><p><strong>Kata </strong><strong>K</strong><strong>unci:</strong> Transformatif, Soekarno, Pancasila, dan Nasakom</p><p align="center"><strong> </strong></p><p align="center"><strong>ABSTRACT</strong></p><p><em>Soekarno called on Muslims to "dig up the fire of Islam", because Soekarno saw that Muslims both in Indonesia and in the world only inherited dead and static "ashes" and "charcoal" from cultural heritage. The decline of Islam was caused by the sanctification of fiqh and ijma ulama which then led to the closing of the door of ijtihad, even Fiqh had become the executioner of the spirit of Islamic spirit. In the case of veils, purification of dog licks, blood transfusions, bank differences with usury must be reconstructed if Islam wants to advance. The debate about the form of the state between nationalist-secular and nationalist-Islamic groups led Sukarno to think of finding a formulation that could be accepted by all groups, namely the Pancasila Formulation of the first precepts, namely the Almighty Godhead which is the accumulation of the debates of the two groups. In addition to the debate, Soekarno also faced the problem of a parliamentary system which had fallen and so Sukarno initiated Guided Democracy and Sukarno initiated the NASAKOM concept or integration of national problems from nationalism (PNI), religion (NU) and socialism (PKI) with military support.</em></p><p><em> </em></p><p><strong><em>Keywords:</em></strong><em> Transformative, Sukarno, Pancasila, and Nasakom</em><em></em></p>