ANALISIS WARIA ATAU TRANSGENDER MELAKUKAN OPERASI GANTI KELAMIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

Abstract

Artikel ini menjelaskan tentang fenomena transgender. Di Indonesia, operasi kelamin yang dilakukan terhadap penderita transeksual, secara hukum mendapat tanggapan yang berbeda khusunya dalam perspektif hukum positif dan hukum Islam. Pengadilan umum membenarkan operasi kelamin transeksual, sekaligus mengesahkan perubahan status jenis kelamin. Sebaliknya MUI sejak pertama kasus ini muncul di Indonesia dengan tegas mengharamkan operasi kelamin penderita transeksual. Pengadilan umum adalah lembaga resmi yang ditunjuk Undang-Undang memeriksa kasus transeksual. Sementara MUI, sekalipun tidak mendapatkan kompetensi seperti pengadilan umum, namun MUI adalah lembaga tempat bernaungnya sebagian besar ormas-ormas Islam di Indonesia. Fatwa MUI sering menjadi rujukan Umat Islam Indonesia dan menjadi persoalan perbedaan keputusan hukum membuat bingung masyarakat dan ketertiban hukum menjadi terganggu. Bentuk penentuan hukumnya adalah mencari kemaslahatan dan menolak mafsadah, maka untuk menggapai berbagai penemuan baru dalam bidang kedokteran, seperti penggantian kelamin bagikhuntsa, selama tidak ada perintah atau larangan yang jelas dalam Al-Qur’an dan as Sunnah, maka masalahnya dikembalikan pada hukum asalnya yakni mubah atau boleh-boleh saja dalam hal tertentu. Al-Qur’an secara eksplisit tidak pernah menyebutkan keberadaan dan atau persoalan waria. Sampai saat ini belum ada aturan hukumnya secara spesifik dalam hukum positif di Indonesia. Namun perkara ini bisa dikaitkan dengan aturan hukum yaitu Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pasal 27 menjamin bahwa setiap warga Negara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konsep.