KEDUDUKAN PEREMPUAN SEBAGAI SAKSI PERNIKAHAN MENURUT IBNU HAZM DAN RELEVANSINYA DENGAN KHI

Abstract

Saksi adalah orang yang mengemukakan keterangan untuk menetapkan hak atas orang lain. Oleh karena itu, kesaksian merupakan hal yang sangat penting sekali dalam hal menetapkan suatu peristiwa. Apabila kesaksian ini dijalankan dengan lurus oleh setiap pribadi yang bersangkutan, maka masyarakat secara luas juga akan terhindar dari bencana ketidakadilan dan kecurangan.Ada dua fokus masalah yang diteliti dalam paper ini, Bagaimana kedudukan perempuan sebagai saksi pernikahan menurut Ibnu Hazm? Bagaimana relevansinya kedudukan perempuan sebagai saksi pernikahan menurut Ibnu Hazm dan KHI?. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kedudukan perempuan sebagai saksi pernikahan menurut Ibnu Hazm ialah Berbeda dengan para Jumhur Ulama terhadap kebolehan wanita menjadi saksi dalam perkara tertentu, yaitu perkara-perkara yang menurut kebiasaan yang tidak bisa diketahui oleh lelaki. Ibnu Hazm memiliki pendangan bahwa kesaksian wanita dapat diterima semua hal, sebagaimana kesaksian laki-laki  dalam berbagai peristiwa hukum khususnya dalam saksi pernikahan. Relevansi kedudukan perempuan sebagai saksi pernikahan menurut Ibnu Hazm dan KHI adalah relevan antara pendapat Ibnu Hazm dan KHI. Akan tetapi Ibnu Hazm menerima kesaksian perempuan dalam semua perkara dan dalam KHI sendiri yang menjadi rujukannya adalah Kitab Imam Syafi’i dan juga pemikiran dari Imam Hanafi, Maliki dan Hambali, sehingga ada batasan terkait perempuan sebagai saksi.