Penentuan Awal Waktu Salat (Awal Waktu Salat Asar, Magrib, dan Isya Berdasarkan Hadis Nabi)
Abstract
This study departs from the issue of differences of opinion in determining the beginning of the time of the traditional prayer, sunset and evening among Muslim scholars. Some scholars say that the beginning of the Prayer time is when the shadow of the object is the same as the object itself. Some other scholars claim that the beginning of the time of Asar Prayer is when the shadow of the object is longer than the object. Whereas in determining the beginning of the evening prayer times there is no difference except in determining the end of the prayer times. Determining the beginning of the evening prayer time there is no difference but in determining the end of the prayer. Factually, in Indonesia there is now widespread dissent and correction of the beginning of the evening prayer in terms of the position of the sun below the horizon (whether 18 ° or 11.1 °). It should be noted that the initial determinations of the time of the prayer would not have been effective when confronted with the problem of high latitudes of Muslims (circumpolar region ), such as the North and South Poles. Considering that prayer is a vital worship for Muslims, a study is needed from original sources, namely the Koran and al-Hadith to mediate differences of opinion which are then implicated in society. The belief that there is a wisdom hidden from the differences in the initial determination of this prayer will lead us to a way out that will be proven slowly by the Koran and al-Hadith. Penelitian ini berangkat dari persoalan mengenai perbedaan pendapat dalam menentukan awal waktu salat asar, magrib, dan isya dikalangan para ulama muslim. Sebagian ulama mengatakan bahwa awal waktu salat asar adalah ketika bayang-bayang benda sama dengan benda itu sendiri. Sedangkan ulama yang lain mengklaim bahwa awal waktu salat asar yaitu ketika bayang-bayang benda lebih panjang dari benda tersebut. Dalam menentukan awal waktu salat magrib tidak ada perbedaan kecuali penentuan akhir waktu salatnya. Begitu pula dalam menentukan awal waktu salat isya tidak ada perbedaan kecuali pada penentuan akhir salatnya. Faktanya, di Indonesia kini marak perbedaan pendapat dan pengkoreksian terhadap awal waktu salat isya ditinjau dari posisi matahari dibawah ufuk (apakah 18° atau 11,1°). Perlu diketahui bahwa penentuan-penentuan awal waktu salat tersebut kiranya tidak akan berjalan efektif ketika dihadapkan dalan persoalan lintang tempat umat Islam yang tinggi (daerah sikumpolar) seperti di Kutub Utara dan Kutub Selatan. Mengingat salat adalah ibadah yang vital bagi umat Islam, maka diperlukanlah sebuah penelitian dari sumber asli, yaitu al-Qurān dan al-Hadīs untuk menengahi perbedaan pendapat tersebut yang kemudian diimplikasikan dalam masyarakat. Keyakinan adanya sebuah hikmah yang tersembunyi dari perbedaan-perbedaan penentuan awal waktu salat ini akan menunutun kita kepada jalan keluar yang akan dibuktikan secara perlahan-lahan oleh al-Qurān dan al-Hadīs.