KONTESTASI KUASAATAS UNDANG-UNDANG PRODUK TEMBAKAU DI MEDIA (UNDANG-UNDANG NOMOR: 36 TAHUN 2009)

Abstract

The bacground of this study is the issue of Act Number 39, 2009 concerning Health, which is considered destrimental to tobaccoo industry, especially farmers, and also raises some debates. Theoretical framework of this study consists of agency and stucturization theories. This study was analyzed with discourse analysis using three strategies: (1) institutional strategy, i.e. to see institutionally the pro and contra about health regulation on addictive substances and tobacco; (2) social strategy, i.e. to see arguments of group of society as a respond to the regulation and to defferentiate empowering and disempowering orientation; (3) ironic strategy: to place the discourse of tobacco in relation to public health by explaining the increase of self-monitoring and discipline, which seems to foster the new growth quickly (proleferation), but ironically tends to lower the ceredibility. This study found that: (1) Parties that reject the regulation argue that government does not consider the contribution of the income from tobacco custom, the job vacancy offered by tobacco industry, tobacco farmers, and local government commodity. (2) Parties that support the regulation argue that cigarettes contain addictive substance, are dangerous to active and passive smokers, can cause cancer, heart attack, and increase mortality rate. (3) Nahdlatul Ulama is one of Islamic social organizations that reject the regulation as well as reject the disagree with the statement ’haram’ for smoking with the consideration that there is no text to judge that law.   Latar belakang penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan diundangkan oleh Negara, dianggap merugikan industri pertembakauan, dan khususnya para petani, dan mengundang berbagai perdebatan. Framework teoretis yang membangun sistem berpikir dalam kajian ini adalah agency dan strukturisasi. Teknis analisisnya adalah analisis wacana menggunakan tiga strategi, yaitu (1) Strategi institusional; sejauhmana melihat wacana pro kontra regulasi Kesehatan tentang zat adictive  dan tembakau secara institusional. (2) strategi sosial, dengan melihat argumentasi kelompok masyarakat atas respon regulasi tersebut dengan membedakan orientasi pemberdayaan (empowering) dan bukan pemberdayaan (disempowering). (3) strategi ironic, dengan menempatkan wacana tembakau dari perspektif spesifik terkait dengan kesehatan masyarakat yang menjelaskan peningkatan self-monitoring and discipline, yang seolah-olah mendorong pertumbuhan baru secara cepat (proleferation), dan ironis yang cenderung menurunkan kredibilitas. Hasil penelitian ini adalah: 1) Pihak yang menolak pemberlakuan regulasi, berargumentasi bahwa pemerintah tidak memperhatikan kontribusi melalui cukai kepada pendapatan negara, penyerapan tenaga kerja yang sangat signifikan untuk masyarakat industri, dan para petani tembakau dan menjadi komoditas andalan pemerintah daerah. Di samping itu, kontrol industri multinasional asing, WHO, FCTC, dan Kementerian Kesehatan, serta NGO masuk kawasan negara berkembang, baik melalui kegiatan akademis, keagamaan, industri global untuk menguasai dan menggantikan produk rokok yang bebas ’zat adiktif’, dan berakhir meminggirkan produksi kretek lokal. 2) Pihak yang mendukung pemberlakuan regulasi rokok, berdasar pada kandungan rokok yang mengandung zat adiktif; membahayakan bagi perokok aktif dan pasif, dan mengakibatkan kanker, jantung, dan bahkan meningkatkan angka kematian. Hal ini didukung oleh lembaga WHO, FCTC, Kementerian kesehatan, berbagai ormas Islam (Muhammadiyah dan ormas Islam lain) melalui MUI, dan Kelompok LSM yang konsern di bidang kesehatan dan lingkungan hidup. 3) Nahdlatul Ulama adalah salah satu ormas Islam yang menolak atas pemberlakuan regulasi tersebut dan juga menolak penetapan rokok/merokok adalah haram atas pertimbangan secara teks, bahwa tidak ada dalil yang dapat digunakan untuk penetapan “haram mutlak”.