Kontribusi Dakwah Bil Qalam Syaikh Nawawi Al-Bantani terhadap Nasionalisme Pesantren
Abstract
The study aims to examine the contribution of Shaykh Nawawi al-Bantani to the formation of pesantren nationalism through the preaching of bil qalam. The method used is a qualitative method by exploring the works of Shaykh Nawawi al-Bantani, especially those relating to jihad in the national context reflecting the attitude of nationalism, and by seeing their contribution to the world of pesantren. The results of the study showed that Shaykh Nawawi alBantani preached with bil qalam approach, namely in the form of intellectual jihad. He was not directly involved in physical resistance against the invader. But it instilled the enthusiasm and awareness of the love of the motherland in each of his students. Nawawi's work was then taught in the world of pesantren, especially NU pesantran. Scholars like KH. Hasyim Asy'ari, who was influenced by Nawawi's struggle, built the NU organization that not only appeared as the most significant Islamic mass organization but also contributed to the initial formation of the Indonesian national identity. It can be seen from the involvement of KH. Wahid Hasyim in the 1945 BPUPKI-PPKI session. It shows that NU has the same Islamic orientation as what Syaikh Nawawi thought. Nawawi's moderate and contextual attitude always colors NU's actions in carrying out religious propaganda and national propaganda in Indonesia. This also proves that santri is not just a religious entity that lives in Indonesian society, but at a crucial point, santri is the identity of the Indonesian people themselves. Penelitian bertujuan mengkaji kontribusi Syaikh Nawawi al-Bantani bagi pembentukan nasionalisme pesantren melalui dakwah bil qalam. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan cara mengeksplorasi karya Syaikh Nawawi al-Bantani terutama yang berkaitan dengan jihad dalam konteks kebangsaan yang mencerminkan sikap nasionalisme, kemudian dilihat kontribusinya bagi dunia pesantren. Berdasarkan hasil penelitian menyimpulkan bahwa Syaikh Nawawi al-Bantani berdakwah dengan pendekatan bil qalam, yaitu berupa jihad intelektual. Ia tidak terlibat langsung dalam aksi perlawanan fisik melawan penjajah, tapi ia menanamkan semangat dan kesadaran akan cinta tanah air ke dalam diri setiap murid-muridnya. Karya Nawawi kemudian diajarkan di dunia pesantren terutama pesantran NU. Ulama seperti KH. Hasyim Asy’ari yang terpengaruh oleh perjuangan Nawawi ini membangun organisasi NU yang tidak hanya tampil sebagai ormas keislaman terbesar, tetapi juga berkontribusi bagi pembentukan awal jati diri bangsa Indonesia. Hal ini terlihat dari keterlibatan KH. Wahid Hasyim dalam sidang BPUPKI-PPKI 1945. Ini menunjukkan bahwa NU memiliki orientasi keislaman yang sama dengan apa yang dipikirkan oleh Syaikh Nawawi. Sikap moderat dan kontekstual Nawawi senantiasa pula mewarnai sepak terjang NU dalam melakukan dakwah keagamaan dan dakwah kebangsaan di Indonesia. Ini juga membuktikan bahwa santri bukan sekadar sebuah entitas keagamaan yang hidup dalam masyarakat Indonesia, tapi pada titik yang sangat menentukan, santri merupakan jati diri bangsa Indonesia itu sendiri.