Pendidikan Tasawuf Dalam Perspektif Abdullah bin Nuh

Abstract

Islam sebagai agama RAHMATAN LIL ‘ȂLAMȊN, lebih mengutamakan kepada cinta dan kasih sayang sesama umat dalam segala aspek, baik aspek religius maupun aspek sosial, dalam aspek religius yang diterjemahkan hablumminallȃh dan aspek sosial dalam arti hablumminannȃs, bagaimana komunikasi kepada Allah dan komunikasi kepada manusia.Kedua aspek tersebut harus berjalan seimbang dengan tujuan keselamatan manusia di dunia dan di akhirat. Manusia sekarang ini lebih cenderung kepada aspek sosial dalam rangka membangun kekuatan dan kemajuan, dengan kata lain “siapa yang kuat dan maju, dia yang menang dan menguasai”, tapi lupa akan tugas pokoknya yaitu sebagai khalifah bagaimana ia bisa mensejahterakan umat manusia dalam kehidupan dan sebagai (‘abdi), bagaimana ia bisa patuh dan tunduk kepada norma-norma agama yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Tuhan tidak menciptakan manusia melainkan untuk beribadah. Kehidupan dunia dan akhirat adalah ibarat dua mata uang yang tidak dapat terpisahkan.Manusia diperintahkan untuk mencari dan mengejar dunia dengan sebanyakbanyaknya, tapi jangan lupa juga kehidupan akhirat, demikian sebaliknya.Namun manusia lebih cenderung kepada kehidupan dunia, sehingga melupakan kehidupan akhirat. Abdullah bin Nuh berusaha melalui pendidikan dan pemikiran yang dikembangkan mendorong manusia menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat yaitu melalui pendidikan tasawuf yang beliau ajarkan kepada keluarga dan masyarakat dengan meneladani Rasulullah, para sahabat, orang-orang shaleh dan para ulama, terutama Imam Syafi’i dan Ghazali sebagai rujukannya. Pendidikan tasawuf dan psikologi Islam sufistik sebagai alternatif dalam proses  preventif dan kuratif terhadap umat manusia dalam mengatasi masalah-masalah sekarang ini. Abdullah bin Nuh menjadikan pendidikan tasawuf sebagai sebuah metode terhadap penyembuhan dan penyelamatan manusia yaitu melalui dzikir, ibadah dan uswah hasanah yang berpedoman kepada Al-Qur`an dan Sunnah