KONSEP GANTI RUGI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Abstract

Ganti rugi terhadap korban perdata maupun pidana, sejak awal sudah disebutkan oleh nas al-Qur’an maupun Hadis Nabi. Dari nas-nas tersebut para ulama merumuskan berbagai kaidah fiqh yang berhubungan dengan dhaman atau ganti rugi. Memang diakui sejak awal, para fuqaha tidak menggunakan istilah masuliyah madaniyah sebagai sebutan tanggung jawab perdata, dan juga masuliyah al-jina’iyah untuk sebutan tanggung jawab pidana. Namun demikian sejumlah pemikir hukum Islam klasik terutama al-Qurafi dan al-‘Iz Ibn Abdi Salam memperkenalkan istilah al-jawabir untuk sebutan ganti rugi perdata (baca:dhaman), dan al-zawajir untuk sebutan ganti rugi pidana (baca:  ‘uqubah diyat, arusy dan lain-lain).Walaupun dalam perkembangannya kemudian terutama era kekinian para fuqaha’ sering menggunakan istilah masuliyah yang tidak lain merupakan pengaruh dari karya-karya tentang hukum Barat. Dhaman dapat terjadi karena penyimpangan terhadap akad dan disebut dhaman al-aqdi, dan dapat pula terjadi akibat pelanggran yang disebut dhaman ‘udwan. Di dalam menetapkan ganti rugi unsur-unsur yang paling penting adalah darar atau kerugian pada korban. Darar dapat terjadi pada fisik, harta atau barang, jasa dan juga kerusakan yang bersifat moral dan perasaan atau disebut dengan darar adabi termasuk di dalamnya pencemaran nama baik.Tolok ukur ganti rugi baik kualitas maupun kuantitas sepadan dengan darar yang diderita pihak korban, walaupun dalam kasus-kasus tertentu pelipatgandaan ganti rugi dapat dilakukan sesuai dengan kondisi pelaku.