Tantangan dan Peluang Perempuan dalam Berpolitik di Indonesia

Abstract

Dalam negara yang menganut sistem nilai patriarkal, seperti Indonesia, kesempatan perempuan untuk menjadi politisi relatif terbatasi karena persepsi masyarakat mengenai pembagian peran antara laki-laki dan perempuan, yang cenderung bias kearah membatasi peran perempuan wanita pada urusan rumah tangga. Ketentuan UUD 1945 pasal 28 H ayat (2 ) yang menyatakan “Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Ketentuan yuridis tersebut menjadi landasan yang kuat bagi semua golongan warga negara untuk bebas dari diskriminasi sistematik dan struktural dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pada aspek politik. Perbedaan gender sebetulnya tidak  menjadi masalah selama tidak  melahirkan ketidak adilan gender. Namun ternyata perbedaan gender baik melalui mitos-mitos, sosialisai, kultur,dan kebijakan pemerintah telah melahirkan hukum yang tidak adil bagi perempuan.  Pada  masyarakat  patriarki,  nilai-nilai  kultur  yang  berkaitan   dengan seksualitas perempuan mencerminkan ketidaksetaraan gender menempatkan perempuan pada posisi yang tidak adil. Faktor budaya Indonesia yang feodal dan patriarki yang mengungkung perempuan untuk beraktualisasi pada ramah-ramah domestik.  Secara tradisi  perempuan ditempatkan pada posisi yang kurang menguntungkan yakni hanya berpusat pada aktifitas rumah tangga.  Bahkan ada semacam jargon orangtua yang enggan menyekolahkan anak perempuannya karena nantinya hanya akan diambil sebagai istri dan mengurusi rumah tangga saja, sehingga menjadi sebuah nilai yang berlaku pada masyarakat dimana laki-laki ditempatkan kedudukannya lebih tinggi dibandingkan kedudukannya dengan wanita. Adanya pemahaman masyarakat yang konservatif atas tafsir ajaran agama. Hal ini dapat dilihat dari berbagai dalil atau hukum agama yang memberikan keistimewaan kepada pihak laki-laki. munculnya hegemoni negara yang masih sangat besar terhadap warga negara yang terlihat dari dukungan atas budaya patriarki dalam segala aspek. Secara yuridis formal Indonesia tidak membedakan antara laki-laki dan wanita dalam bidang politik. Namun karena kendala baik yang bersumber dari intern wanita itu sendiri maupun factor eksternal, maka partisipasi politik wanita dalam pertumbuhannya jauh lebih rendah dibanding partisipasi politik laki-laki. Peningkatan partisipasi politik wanita dapat diupayakan melalui pemanfaatan peluang yang ada, baik yang sudah diatur dalam undang-undang maupun lembaga-lembaga tingkat internasional yang menangani masalah wanita. Tantangan yang antara lain meliputi aspek budaya, sosiologi dan perspektif gender dalam masyarakat patriarki, tantangan tersebut hendaknya dijadikan dasar untuk menyusun strategi dan program-program yang dirancang untuk menumbuhkan kesadaran serta peningkatan pengetahuan kaum perempuan, kader potensial untuk dapat aktif dalam arena politik.