PROGRAM RATIFIKASI KONVENSI PBB TENTANG DAFTAR HITAM ORGANISASI TERORIS DI INDONESIA
Abstract
Untuk secara efektif menangani ancaman teroris saat ini, kita harus mulai dengan cara pemahaman yang unik di mana jihadisme ternyata mendorong kekerasan, dan dilanjutkan dengan menilai mana negara-negara Barat yang memiliki kekuatan nyata sekaligus kerentanan nyata dalam pendekatan mereka terhadap terorisme. Pada dekade belakangan ini dan sejak 11 September 2001, jelas bahwa kita tidak hanya perang melawan teror tapi prinsipnya terhadap ide-ide jihad yang mengilhaminya. Dengan melihat ke belakang sejak lima tahun terakhir, dan khususnya dua tahun terakhir sejak ISIS mengumumkan khilafah, bisa dikatakan bahwa jihad jauh dari kata statis dengan berbagai ketegangan yang memiliki kecenderungan untuk beradaptasi dan berkembang. Seiring serangan yang baru-baru ini terjadi di Paris, Brussels, San Bernardino dan Orlando menunjukkan bahwa para pebuat kebijakan tidak menganggap secara serius kekuatan ide jihad. Hal ini jelas terlihat ketika pemerintah AS melalui program Countering Violent Extremism (CVE) dari laporan Homeland Security Advisory Council merekomendasikan tidak menggunakan kata-kata seperti “jihad” dan “syariah,” karena takut mengobarkan sebuah narasi “kita lawan mereka.“ Padahal ancaman jihad hanya dapat benar-benar diatasi jika kita peduli untuk memahami bahwa ide-ide jihad memegang peranan dalam mendorong aksi kekerasan. Jihadisme perlu di-packing kembali dari konsep tradisional untuk mengeksploitasi situasi politik dunia Islam terutama di Timur Tengah. Ini berdasarkan fakta ketika ide-ide jihad secara meyakinkan berubah wujud dengan cepat menjadi ancaman fisik kinetik.