NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM KONSTITUSI KASULTANAN NGAYOGYAKARTA HADININGRAT

Abstract

Abstract: Many political experts state that the Medina Charter is the first written State Constitution in the World. Several important principles have been laid out in the constitution, namely, equality, justice, freedom of religion, social security and joint responsibility in security. Medina can be seen as a country, because it has met the minimum requirements for the formation of a state, namely: First, the community has a certain area, namely Medina. Second, all groups of people (Muslims, Jews and polytheists) recognize and accept the Prophet as the leader and holder of legal political authority in their lives. Third, the groups that have awareness and desire to live together in order to realize harmony and mutual benefit. Referring to the principles adopted in the Medina Charter, Indonesia and its Yogyakarta Palace certainly have the same constitution for their purposes. Namely maintaining harmony and ensuring social equality. The Yogyakarta Palace has a constitution or legal basis called Paugeran. This paugeran functioned the same as the aim of the Medina charter at that time. Not only arrived at the goal, the field practice also showed that paugeran was able to become a disperse of the tangled threads of the problems that had occurred in Yogyakarta society for a long time, starting from the Giyanti agreement in 1755.Abstrak: Banyak pakar politik menyatakan bahwa Piagam Madinah merupakan Konstitusi Negara tertulis pertama di Dunia. Beberapa prinsip penting telah diletakkan dalam konstitusi itu, yaitu, persamaan, keadilan, kebebasan beragama, jaminan sosial dan tanggung jawab bersama dalam keamanan. Madinah dapat dipandang sebagai sebuah negara, karena telah memenuhi syarat minimal terbentuknya negara yaitu: Pertama, masyarakat tersebut memiliki wilayah tertentu yaitu Madinah. Kedua, semua golongan masyarakat (Muslim, Yahudi dan orang-orang musyrik) mengakui dan menerima Nabi sebagai pemimpin dan pemegang otoritas politik yang sah dalam kehidupan mereka. Ketiga, golongan-golongan yang ada memiliki kesadaran dan keinginan untuk hidup bersama dalam rangka mewujudkan kerukunan dan kemas­la­hatan bersama. Mengacu pada prinsip yang diterdapat pada piagam madinah, Indonesia dengan Keraton Yogyakartakatanya tentu memiliki konstitusi yang sama secara tujuan. Yakni menjaga kerukuan dan menjamin kesetaraan sosial. Keraton Yogyakarta memiliki konstitusi atau dasar hukum yang disebut Paugeran. Paugeran ini berfungsi sama seperti tujuan dicetuskannya piagam madinah pada waktu itu. Tak hanya sampai pada tujuan, praktik lapangan juga memperlihatkan bahwa paugeran mampu menjadi pelerai benang kusut permasalahan yang terjadi di masyarakat Yogyakarta sejak lama, terhitung sejak dicetuskannya perjanjian Giyanti pada Tahun 1755.