Desentralisasi Fiskal sebagai Bentuk PErtimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Kepada Daerah

Abstract

Refoimasi yang terjadi di era tahun 90 an mendorong keinginan pemberian wewenang yang lebih luas dari pemerintah pusat kepada daerah untuk mengelola keuangannya sendiri. Laporan bank dunia tahun 1999 mengemukakan bahwa terjadi gerakan-gerakan lokalisasi di sejumlah Negara. Lokalisasi yang mencerminkan hasrat lebih besar dari penduduk setempat untuk lebih banyak turut bersuara dalam pemerintahan, mewujudkannya dalam bentuk tuntutan akan identitas daerah. Hal ini mendorong pemerintah nasional untuk memberikan desentralisasi yang lebih luas kepada pemerintah daerah dan kota sebagai cara yang terbaik untuk mengatur dan menangani perubahan-perubahan yang mempengaruhi politik domestik dan pola pertumbuhan. Pemerintah Indonesia merespon dengan mengeluarkan separangkat paket kebijakan reformasi dalam bidang keuangan daerah, dimulai dari dikeluarikannya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian disempumakan dalam UU No. 32.2004 dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah yang kemudian disempurnakan dalam UU No. 33/2004. Dengan diberlakukannnya paket kebijakan pemerintah tersebut, anggaran yang dikelola oleh pemerintah pusat mengalami penurunan yang cukup signifikan (29,8%) dan pada saat yang sama anggaran yang dikelola oleh daerah naik 25,2%. Dengan adanya hal tersebut diharapkan agar masyarakat dapat menikmati fasilitas publik dalam jumlah dan kualitas yang sama dan berimbang dengan cara pedesentralisasian urusan disertai dengan pendesentralisasian pembiayaan. Selain itu, pemerintah daerah secara demokratis dapat menentukan dan mengatur sendiri berbagai pelayanan dari kebutuhannya tanpa intervensi yang dalam dari pusat.