Desain Integrasi Primary and Sub-Culture Organization di Lembaga Pendidikan Tinggi Islam dan Pesantren

Abstract

Tulisan ini merupakan hasil penelitian penulis di dua tempat berbeda budaya organisasi; yang pertama lembaga pendidikan tinggi yang memiliki pondok pesantren sebagai nilai tambah (sub-culture) pembentukan karakter mahasiswanya. Sedang yang kedua, pondok pesantren yang menyelenggarakan pendidikan tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan santrinya. Sebagaimana diketahui, pendidikan tinggi sesuai dengan aturan mainnya, memiliki budaya kebebasan akademik, keterbukaan informasi, dan sistem penyelenggaraan yang professional. Di pihak yang lain, pesantren juga memiliki aturan budayanya sendiri; semisal, sangat kuat untuk menjaga nilai-nilai keislaman, ketaatan kepada guru, kesederhanaan, dan aspek-aspek lainnya. Maka dari itulah, penulis mengasumsikan proses pengintegrasian ini membutuhkan strategi, tata kelola, dan pendekatan yang berbeda dibandingkan sub-culture organisasi lainnya, anggap saja seperti Fakultas dan Jurusan yang ada di bawah naungan lembaga pendidikan tinggi. Sesuai dengan hasil riset yang penulis lakukan, ditemukan bahwa; desain integrasi pendidikan tinggi dan pesantren ada pada pola interkoneksi dan implanted-Islamic tradition. Artinya, pendidikan tinggi tidak memaksakan seluruh values (nilai) yang ada di pesantren terimplementasi secara holistic, melainkan mengambil sebagian saja untuk dijadikan basis nilai tindakan karakter. Sepandan dengan itu, pondok pesantren yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, juga tidak merubah posisi pesantren sebagai pengatur desain integrasi. Pendidikan tinggi harus mengikuti aturan dan nilai yang ada di pondok pesantren. Jadi, keduanya memiliki model desain kompromistik dan kolaboratif untuk mencapai pada tujuan yang diinginkan.