Problematika Undang-Undang Cipta Kerja Sektor Lingkungan Hidup

Abstract

Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU CK) yang disusun menggunakan pendekatan Omnibus Law mencoba menghimpun dan mengintegrasikan 79 Undang-Undang yang mayoritas berbeda prinsip satu dengan yang lainnya. Pendekatan Omnibus Law dipilih dengan harapan mampu mereformasi perizinan agar lebih sederhana, mudah diperoleh oleh pelaku usaha dan memberikan dampak bagi penyerapan tenaga kerja serta pertumbuhan ekonomi. Salah satu Undang-Undang yang terdampak adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009). Ketika disetujui pada Rapat Paripurna DPR RI 5 Oktober lalu, Undang-Undang Cipta Kerja banyak menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satu penyebab, adanya anggapan bahwa Undang-Undang tersebut hanya mempermudah proses investasi dan usaha, namun mengabaikan perlindungan lingkungan hidup. Padahal permasalahan lingkungan masih menjadi permaslahan yang belum bisa terselesaikan sampai dengan saat ini. Hal ini bisa berpeluang menimbulkan permasalahan hukum dengan mengkaji secara mendalam Undang-Undang Cipta Kerja memiliki banyak kesalahan dalam prosedur maupun substansi. Apalagi terdapat perubahan dan penghapusan Pasal 24, 38, 39 ayat (2), 40, 76, 88 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Oleh sebab iti peneliti merespon permasalahan tersebut berusaha menganalisis Pasal Pasal yang dianggap bermasalah antara Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif.