Legitimasi Mantan Narapidana Korupsi Sebagai Calon Legislatif Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Abstract

Bukti bahwa Indonesia merupakan negara hukum ialah penjelasan rumusan Pasal 1 ayat (3) pemilihan umum diselenggarakan dan dilaksanakan secara bebas tanpa tekecuali dengan adanya kewajiban jaminan dari negara. Pada konteks ini pemilu merupakan perwujudan hak asasi manusia dalam dimensi hukum. Pemilihan umum sebagai sarana rakyat mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Amanat Undang-Undang Dasar tahun 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Artinya terlaksananya pemilihan umum didasarkan pada asas kebebasan wajib dijamin oleh negara. Termasuk kandidat narapidana korupsi yang uji materinya dikabulkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi bersifat constitusional bersyarat. Penetapan MK terhadap permohonan uji materi ini tidak lain Pasal 4 ayat (3) PKPU terhadap Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Serta Putusan MK membatalkan PKPU yang menyatakan larangan koruptor berpartisipasi menjadi calon legislatif dikarenakan bertentangan dengan Pasal 28 huruf D UUD 45 dan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu. Mantan narapidana korupsi mempunyai hak politik yang sama dengan warga negara yang lain. Merupakan suatu hak yang dijamin oleh konstitusi. Implikasi dari putusan MK tersebut Komisi Pemilihan Umum harus melakukan penyesuaian isi putusan MK dengan PKPU. Penyesuaian dilakukan dengan merevisi PKPU terhadap Pasal yang membatalkan larangan mantan terpidana rasuah mencalonkan diri menjadi kandidat calon legislatif.