Diskursus Wacana Keagamaan Pasca Aksi 212 Di Indonesia

Abstract

At present, riots that occur between religious communities still occur, but all not because it is solely a matter of religion, but rather social, economic, and political issues in the name of religion. In our own country, Indonesia has also recorded many riots between religious communities. Call it the worst case was the action to defend Islam or known as the 212 action which took place at the end of 2016 and early 2017. This conflict actually started to emerge when Basuki Tjajaya Purnama replaced the position of Governor of DKI Jakarta which was still vacant because the Governor of DKI Jakarta was proposed to be become a President. Basuki, or what is known as Ahok in a structured manner, is obliged to serve as a replacement Governor. There were pros and cons among the community and religionists, especially among Muslims. That they do not want to be led by non-Muslims (Kafir). They think that Islam in Jakarta is the religion of the majority so that a leader should be from the Islamic group not non-Muslim. So it does not rule out if there is a re-election for the Governor of DKI Jakarta, the writer speculates that Ahok will not serve as Governor. Abstrak Pada dewasa ini, kerusuhan yang terjadi antar umat beragama pun masih terjadi, namun semua bukan karena memang semata-mata persoalan agama, tapi lebih pada persoalan sosial, ekonomi, politik yang mengatasnamakan agama. Di negeri kita sendiri, Indonesia telah banyak tercatat pula kerusuhan antar umat beragama. Sebut saja yang paling parah adalah aksi bela Islam atau yang dikenal dengan aksi 212 yang terjadi di penutupan akhir 2016 dan awal 2017. Konflik ini sebetulnya sudah mulai muncul ketika Basuki Tjajaya Purnama menggantikan posisi kursi Gubernur DKI Jakarta yang masih kosong dikarenakan Gubernur DKI Jakarta diajukan untuk menjadi seorang Presiden. Basuki atau yang dikenal dengan sebutan Ahok secara terstruktur wajib menjabat sebagai Gubernur pengganti. Terjadilah pro dan kontra di kalangan masyarakat dan agamawan, khususnya di kalangan umat Islam. Bahwasanya mereka tidak mau dipimpin oleh non-muslim (Kafir). Mereka beranggapan bahwa Islam yang berada di Jakarta adalah agama mayoritas maka yang menjadi seorang pemimpin seharusnya dari golongan Islam bukan non-Islam. Sehingga tidak menutup kemungkinan jika ada pemilihan ulang Gubernur DKI Jakarta, penulis berspekulatif Ahok tidak akan menjabat sebagai Gubernur.