MENEGUHKAN ISLAM NUSANTARA UNTUK ISLAM BERKEMAJUAN: Melacak Akar Epistemologis dan Historis Islam (di) Nusantara

Abstract

Sejatinya, Islam Nusantara bukanlah sesuatu yang baru. Penebalan kata “Nusantara” yang dikawinkan dengan “Islam” bukan hanya menegaskan nama, melainkan juga karakter untuk menunjukkan corak atau warna dari sebuah entitas yang heterogen. Keragaman sebagai salah satu tipologi Islam Nusantara adalah buah dari pergumulan panjang antara agama dan budaya; antara teks dengan konteks yang saling melengkapi satu sama lain sehingga menelurkan Islam yang ramah, inklusif dan fleksibel. Berangkat dari pijakan epistemologis dan historis, artikel ini coba menyuguhkan diskursus lama yang kembali mencuat di seputaran pertengahan tahun 2015 seiring dengan dihelatnya Muktamar dua ormas besar: NU dan Muhammadiyah. Hadirnya artikel ini sebetulnya juga ingin menjawab kasak-kusuk yang menuding bahwa Islam Nusantara hanya identik dengan kaum Nahdliyin. Sehingga term Islam Nusantara tidak lain dianggap sebagai nama baru dariIslam tradisionalis. Essentially, Islam Nusantara isn’t a new phenomenon. Bolding of both “Nusantara” with “Islam” not only affirmation about name but also character to show type or colour from the heterogenous entity. Diversity as one of Islam Nusantara typology is the result of a long struggle between religionand culture; between text and context that complement each other so that Islam spawned a friendly, inclusive and flexible. Start from the historical and epistemological approach, this article try to presents a classical discourse the back sticking around mid-2015 in line with the holding of the congress two major organizations: NU and Muhammadiyah. Actually, the presence o fthis article is also want to answer the rumors that accuse Islam Nusantara only synonymous with the Nahdliyin. Thus, Islam Nusantara considered as the new name of traditionalism Islam.