STUDI NEGOSIASI KULTURAL YANG MENDAMAIKAN ANTARETNIK DAN AGAMA DI KOTA TANJUNGPINANG

Abstract

Indonesia merupakan negara multietnik, ras, agama, suku dan seterusnya. Keberagaman ini dapat memicu ketidakharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan bisa mengakhiri sejarah suatu bangsa. Hal ini bisa dilihat dari konflik-konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia. Untuk mengatasi dampak negatif tersebut, dibutuhkan kajian-kajian bangunan toleransi lokalitas yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat. Tradisi-tradisi lokalitas itu menjadi satu khazanah dalam membangun keharmonisan dalam masyarakat yang multietnis, agama, ras tersebut. Konstruksi-konstruksi keharmonisan ini bisa dilihat dari praktik toleransi lokalitas etnik Melayu dan Cina di Kota Tanjungpinang. Keharmonisan itu dibangun oleh negosiasi-negosiasi kultural yang sudah ditradisikan secara langsung atau tidak langsung. Tradisi-tradisi kultural lokalitas itu patut dijaga dan dikembangkan secara terus-menerus sehingga negara yang dihuni oleh keberagaman ini bisa menemukan model toleransi sesuai dengan lokalitas-lokalitasnya sendiri karena dalam lokalitas yang dimiliki itu ada kearifan yang bisa menyatukan dan berguna bagi masyarakat untuk membangun kehidupan yang harmonis. Indonesia is a multiethnic country, race, religion, tribe, etc. This diversity can trigger disharmony in the life of nation and state, and even terminate the history of a nation. It can be seen from the conflicts occur in the world. In order to overcome the negative impact, it takes a study of locality tolerances which arise and live in society. The locality traditions become a treasure in establishing harmony in a multiethnic, religious, racial society. These charismatic constructions can be seen from the practical tolerance of Malay and Chinese ethnicity in Tanjungpinang; the harmony is built by cultural negotiations that have been applied directly or indirectly. The locality of cultural traditions should be maintained and developed continuously so that the country in habited by this diversity can find a model of tolerance in accordance with its own locality, because in the locality possessed by, there is wisdom that can unite and useful for the community to build a harmony of life.