Kontekstualisasi Konsep Makkî-Madânî dan Nâsikh-Mansûkh Mahmoud Muhammad Thaha (1909-1985) terhadap Ayat-Ayat Kepemimpinan

Abstract

Kepemimpinan di era kontemporer banyak menimbulkan disharmoni antar umat beragama, sehingga merampas hak-hak esensial orang lain, bahkan menimbulkan diskriminasi dan penindasan karena masalah kepemimpinan. Esensi kebenaran sebuah kepemimpinan dalam sebuah agama adalah terbentuknya tatanan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur (Baldatun Ṭoyyibatun wa Rabbun Ghafûr). Islam tidak memberikan sistem kepemimpinan dan ketatanegaraan secara formal untuk umatnya, Namun demikian Al-Quran sebagai sumber pokok ajaran memberikan prinsip-prinsip universal tentang kepemimpinan dalam kitab sucinya, adapun bentuknya berkutat pada kriteria dan karakteristik pemimpin yang dijelaskan dalam beberapa surat dan ayat Al-Qur’an. Ayat-ayat Al-Qur`an dapat diklasifikasikan dalam kelompok Makkiyah dan Madaniyah. Di saming itu, terkadang satu ayat menghapus konsekuensi hukum ayat yang lain. Konsepsi Makkî-Madânî dan Nâsikh-Mansûkh yang dikemukakan oleh Mahmoud Muhammad Taha menawarkan peninjauan ulang terhadap konsepsi Makkî-Madânî dan Nâsikh-Mansûkh, agar subtansi hukum Islam dapat lebih menemukan relevansi dan siginfikansinya, dan sejalan dengan nilai-nilai universal yang tidak bersifat diskriminatif. Dengan mengkaji ayat-ayat Al-Qur`an tentang kepemimpinan dengan Konsepsi Makkî-Madânî dan Nâsikh-Mansûkh yang dikemukakan oleh Mahmoud Muhammad Taha, rekonsiliaasi hukum Islam dengan isu krusial kepemimpinan kontemporer dapat terwujud. Metodologi naskh yang dibangunMahmoud Muhammad Taha diklaim sebagai metodologi “pembaruan Islam yang memadai” untuk membangun syari’ah Islam yang humanis tanpa mendiskriditkan hubungan antara muslim dan non muslim, laki-laki dan perempuan.