Analisis Yuridis Putusan Mk Nomor 22/PUU-XV/2017 dan Relevansinya Dengan Perlindungan Anak

Abstract

Perkawinan merupakan salah satu bentuk dari perbuatan hukum. Manusia sebagai subjek hukum untuk dapat dikatakan cakap hukum salah satu syaratnya adalah dewasa. Secara yuridis normatif menurut Putusan Nomor 22/PUU-XV/2017 tentang Minimal Usia Perkawinan Perempuan, menurut penilaian Mahkamah Konstitusi: Pertama, ketidaksetaraan antar warga negara terkait adanya penentuan batas usia perkawinan yang tidak sama antara laki-laki dan perempuan. Kedua, apabila terdapat produk-produk hukum yang mengandung perlakuan berbeda atas dasar ras, agama, suku, warna kulit, dan jenis kelamin, maka sudah seharusnya pula untuk disesuaikan dengan kehendak UUD 1945 anti diskriminasi. Relevansi Putusan MK tersebu pertama, perlindungan anak bersifat yuridis menyangkut semua aturan hukum yang berdampak langsung bagi kehidupan seorang anak. Kedua, batas usia minimal perkawinan bagi perempuan dalam UU No 1 Tahun1974 disebutkan 16 tahun sama halnya dengan melegalkan perkawinan anak telah melanggar beberapa hak anak, antara lain: Hak Bebas Dari Diskriminasi, Hak Kesehatan, Hak Pendidikan, Hak Untuk Dihindarkan Dari Eksploitasi Anak. Ketiga, Putusan MK mengabulkan perubahan batas usia perkawinan khususnya untuk perempuan sejalan dengan nilai, prinsip dan asas perlindungan anak.