POLA PRAKTIK PENGGUNAAN POLITIK UANG DALAM PILKADES (Studi fenomenologis transaksi politik dalam proses demokrasi local)

Abstract

Pemilihan umum merupakan salah satu indicator penting untuk mengukur tingkat kualitas demokrasi suatu Negara termasuk pula pada pemilihan kepala desa. Semakin berkembangnya demokrasi suatu negara maka juga akan semakin meluasnya partisipasi publik masyarakat. Namun ditengah kondisi demokrasi yang masih belum matang, praktek pemilu di Indonesia termasuk lebih ironis lagi pada pemilihan kepala desa masih banyak diwarnai oleh beberapa fenomena umum yang terus mengemuka semisal money politic, patron-klien relationship serta peran blater di dalamnya. Melalui pemikiran inilah tulisan ini hadir untuk melihat 1) Bagaimana proses penetrasi politik elit dalam mempengaruhi preferensi poliik pemilih, 2) bagaimana penggunaan politik uang mampu berpengaruh terhadap preferensi politik pemilih ? Penelitian deskriptif ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk melihat gejala tertentu secara terperinci, intensif pada fenomena masyarakat yang berkembang melalui proses pengamatan atau analisis sehingga bisa menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis, lisan orang atau bahkan prilaku serta gejala tertentu. Guna memperolah data-data deskriptif tersebut, teknik observasi, wawancara mendalam, dokumentasi digunakan oleh peneliti untuk memperkuat data yang dihasilkan. Sementara untuk menguji validitas datanya peneliti menggunakan teknik trianggulasi sumber dengan cara membandingkan ulang data hasil wawancara dengan isi dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan pertama bahwa penggunaan bahasa adalah instrument penting dalam komunikasi. Dalam perspektif komunikasi politik, pembentukan wacana memiliki peran penting sekaligus instrument  elit penguasa dalam mengubah preferensi politik. Melalui penggunaan bahasa yang sifatnya intimidatif tersebut maka kalangan blater telah mampu mengubah preferensi politik pemilih hingga berhasil memenangkan calon yang di usung. Antara penggunaan bahasa kekuasaan dan fenomena kemenangan calon kepala desa dalam kontestasi pilkades di beberapa tempat termasuk di desa Bajur tentu tidak lepas dari penggunaan bahasa kekuasaan dalam konteks manipulasi ideasional. Elit blater sebagai kelompok masyarakat yang berpengaruh di desa bajur memang sangat lihai menggunakan bahasa ancaman guna mengubah preferensi politik pemilih. Kedua Keterlibatan kelompok elit muda dalam proses pemilihan kepala desa telah mengubah iklim politik sekalgus perilaku pemilih setempat. Keberadaan kelompok elit blater tidak berdiri sendiri, ia lahir dari komunitas social dengan jejaring yang mengakar pada masyarakat. Oleh karena itu dalam meningkatkan elektabilitas politik calon kelompok elit ini tidak bergerak sendiri melainkan mereka bergerak secara kolektif dengan melibatkan tokoh elit blater di desa lain. Bahkan dalam kondisi tertentu kehadiran mereka juga mendapatkan dukungan dari kalangan-kalangan elit-elit formal lainnya seperti aparat keamanan desa maupun kepolisian setempat.