KOMPETENSI ABSOLUT PERADILAN AGAMA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARI’AH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 93/PUU-X/2012

Abstract

Keberadaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah memunculkan polemik baru baru bagi dua lembaga peradilan. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Nomor 93/PUU-X/2012 menegaskan bahwa semua Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah tidak mem­punyai kekuatan hukum mengikat. Kemudian, bagaimana implikasi dari peng­hapusan pilihan forum (choice of forum) pada Pasal 55 ayat 2 Undang-Undang tentang Perbankan Syari’ah dalam menyelesaikan sengketa Perbankan Syari’ah? Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui upaya hukum penyelesaian sengketa perbankan syari’ah sebelum keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012; dan 2) mengetahui upaya hukum penyelesaian sengketa perbankan syari’ah pasca keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif dan kualitatif untuk menggambarkan dan meme­takan konsep-konsep dan analisisnya terhadap teori-teori penegakan hukum penyelesaian sengketa perbankan syari’ah. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pende­katan normatif-yuridis, yaitu pendekatan disiplin ilmu dan teori hukum yang berfungsi untuk penye­lesaian sengketa perbankan syari’ah, dengan cara mengum­pulkan, meng­evaluasi, mem­veri­fikasikan, serta mensin­tesiskan bukti-bukti untuk mendukung fakta mem­peroleh kesimpulan yang kuat. Melalui penelitian ini, peneliti menyimpulkan: 1) penyelesaian sengketa perbankan syari’ah sebelum adanya putusan Mah­kamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 dapat melalui beberapa cara, yaitu: a) melalui jalur litigasi baik melalui Pengadilan Agama maupun melalui Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum (Pengadilan Negeri); dan b) melalui jalur non litigasi baik melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) maupun Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (Basyarnas). Sedangkan upaya hukum lanjutan terhadap putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama dilakukan melakui upaya hukum banding, upaya hukum kasasi, dan upaya hukum peninjauan kembali. 2) penyelesaian sengketa setelah lahirnya putusan Mahka­mah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 menegaskan bahwa penjelasan Pasal 52 Ayat (2) tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa perbankan syari’ah sejak tanggal 29 Agustus 2013 menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama bukan kewe­nangan absolut Pengadilan Negeri, sehingga tidak ada lagi dualisme lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa perbankan syari’ah.