Manajemen Resiko Syariah Menurut Fatwa MUI

Abstract

Kajian manajemen risiko memang tengah naik daun. Lembaga keuangan termasuk bank Syariah, setidaknya telah mengakui bahwa mereka harus memperhatikan cara-cara untuk memitigasi risiko agar bisa tetap mempertahankan daya saing, proftabilitas, dan loyalitas nasabah. Oleh karena itu bank-bank tengah berselancar pada penerapan manajemen risiko yang merupakan proses berkesinambungan serta memakan banyak pikiran, tenaga, dan uang. Risiko di dalam konteks bisnis bank dan lembaga keuangan lainnya, tidaklah selalu mewakili sesuatu hal yang buruk. Kenyataannya risiko bisa mengandung di dalamnya suatu peluang yang sangat besar bagi mereka yang mampu mengelolanya dengan baik. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial baik yang dapat diperkirakan maupun yang tidak diperkirakan yang berdampak negative terhadap terhadap pendapatan dan permodalan bank. Dalam implementasi proses manajemen risiko, pada tahap awal bank harus secara tepat mengidenti_kasi risiko dengan cara mengenal dan memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risks) maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru bank, termasuk risiko yang bersumber dari perusahaan terkait dan afliasi lainnya. Aspek terpenting dalam penerapan manajemen risiko adalah kecukupan prosedur dan metodologi pengelolaan risiko, sehingga kegiatan usaha bank tetap dapat terkendali (manageable) pada batas yang dapat diterima serta menguntungkan bank. Namun demikian mengingat perbedaan kondisi pasar struktur, ukuran serta kompleksitas usaha bank, tidak ada satu sistem manajemen risiko yang universal untuk seluruh bank, sehingga setiap bank harus membangun sistem manajemen risiko sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada bank.