Transformasi Agama dari Ideologi Ke Politik: Brigade Tholiban di Priangan Timur Jawa Barat Indonesia
Abstract
Radical groups, such as Barisan santri, FPI, Gerakan Peduli Umat (GPI), KAMPU (Koalisi Aksi masyarakat peduli Ummat) Forum Pataruman, Forum Laskar Tasikmalaya (FLT), and other Islamic organizations, put pressure on the government. This movement was strengthened by the political will of the regional leadership of Tasikmalaya Regency, as seen in the regulations he issued. This research was conducted by direct observation and literature study. The results of this study indicate that first, Islam is seen as an ideology, a faith that may influence behavior but provides little opportunity for independent action. Islam is more of a "dependent variable" whose maneuvers are addressed to the political context - a view that is different from those of a "political" nature. Second, almost the same as the informal political approach, this utilitarian approach argues that politics is a rich network of social relations based on age, family, official position, and knowledge; thus this thinking shows the subtlety of politics itself. If Islam is the dependent variable, then so is politics. Third, regarding the question of the future, it appears that as modernization advances, the content and configuration of social forces will change. When this happens, there will also be changes in determining who holds power and how they exercise it, and it is also in the context of interconnected changes that we can evaluate the importance of Islamic politics in particular.Keywords: extreme, Islam politics, FPI AbstrakKelompok garis keras, seperti Barisan santri, FPI, Gerakan Peduli Umat (GPI), KAMPU (Koalisi Aksi masyarakat peduli Ummat) Forum Pataruman, Forum Laskar Tasikmalaya (FLT), dan organisasi Islam lainnya, melakukan tekanan kepada pemerintah. Gerakan tersebut, diperkuat political will dari pimpinan daerah Kabupaten Tasikmalaya, seperti yang terlihat dalam peraturan yang diterbitkannya. Penelitian ini dilakukan dengan observasi langsung dan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, Islam dipandang sebagai sebuah ideologi, suatu keimanan yang mungkin mempengaruhi perilaku tetapi menyediakan kesempatan kecil untuk tindakan independen. Islam lebih bersifat "variabel dependen" yang manuvernya dialamatkan pada konteks politik -pandangan yang berbeda dari mereka yang bersifat "politis". Kedua, hampir sama dengan pendekatan politik informal, pendekatan utilitarian ini menyatakan bahwa politik merupakan jaringan perhubungan sosial yang kaya yang berdasarkan pada umur, keluarga, posisi resmi, dan pengetahuan; dengan demikian pemikiran ini menunjukkan kehalusan politik itu sendiri. Jika Islam merupakan variabel dependen, maka begitu pula politik. Ketiga, mengenai masalah masa depan, nampak bahwa dengan majunya modernisasi, isi dan konfigurasi kekuatan sosial akan berubah. Ketika hal ini terjadi, akan terdapat juga perubahan-perubahan dalam menentukan siapa yang memegang kekuasaan dan bagaimana mereka menjalankannya, dan ini juga dalam konteks perubahan yang saling berhubungan bahwa kita dapat mengevaluasi pentingnya politik Islam secara khusus.Kata kunci: garis keras, politik Islam, FPI