PEMBACAAN BERPERSPEKTIF EKOFEMINISME ATAS SAJAK “ISTERI” KARYA DARMANTO JATMAN (Ecofeminism Reading on Darmanto Jatman’s Poem “Isteri”)

Abstract

Pendekatan ekofeminisme di dunia akademia Indonesia sudah mulai marak digunakan oleh beberapa akademisi, tetapi masih terdapat sedikit kerancuan di dalam penggunaannya di dalam kajian sastra. Artikel ini menyuguhkan pembacaan berperspektif ekofeminisme yang menekankan pada kebergantungan konteks dan menolak adanya narasi tunggal ala Warren dan Cheney. Karya sastra yang dipilih adalah sajak “Isteri” karya Darmanto Jatman. Data dikumpulkan dengan pembacaan cermat dan analisis dilakukan menggunakan analisis tekstual. Temuan dari penelitian ini adalah pandangan hidup Jawa yang menempatkan istri sebagai sakti, sumber berkah, sumber rezeki, dan sumber hidup. Di dalam kerangka berpikir patriarkis Jawa, perempuan (istri) dan alam menjadi bagian penting dari eksistensi laki-laki. Konteks sosial dan budaya Jawa yang terdapati di dalam sajak menunjukkan deskripsi relasi gender dalam kehidupan domestik yang berbeda dengan apa yang berlaku di Barat. Temuan penelitian ini memberi pijakan arah bagaimana gerakan ekofeminisme bisa lebih tepat menyesuaikan konteks sistem patriarki Jawa yang berbeda dengan Barat dan kemungkinan bagaimana wacana bangun ulang relasi gender antara laki-laki dan perempuan Jawa dapat digugah jika diinginkan. Temuan penelitian ini menjadi pembuka jalan bagi penelitian lanjutan atas karya-karya sastra pengarang Jawa lainnya.Despite the growing number of Indonesian academia using ecofeminism approach in their literary criticism, some misunderstandings on ecofeminism still exist. This article provides a reference on ecofeminism perspective and gives an example how ecofeminism perspective from Warren and Cheney is applied in literary criticism. A well-known poem entitled “Isteri” (Wife) written by a Javanese poet, Darmanto Jatman, is chosen. Close reading is used to gather data which is relevant to ecofeminism issues. Textual analysis is then used in the analysis. The Javanese men see their wives as their source of power, blessing, wealth, and life. Nature and women, for Javanese men, are parts of men’s existence and cosmic balance. It shows evidence of how ecofeminism criticism, which emphasises diversities on the relation and issues between humans, their environment, and their social contexts, in Javanese context should be applied differently to Western context. The poem displays a gender relation between husband and wife in Javanese household life which is different to the West. The implication of this finding may give a reference and direction towards the possibilities of Javanese ecofeminism further discussions and renegotiation of gender relation between men and women in Javanese society. To have a more comprehensive view of how Javanese patriarchy works, further research on other Javanese literary works is needed.