PEMERTAHANAN BUDAYA TIONGHOA DALAM NOVEL KAU, AKU DAN SEPUCUK ANGPAU MERAH KARYA TERE LIYE

Abstract

Tulisan ini mengkaji mengenai pemertahanan budaya Tionghoa dalam novel Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah Karya Tere Liye menggunakan teori antropologi sastra dan metode deskriptif analisis. Unsur-unsur budaya dalam novel dikaji dengan pendekatan antropologi sastra sebagai studi sastra dengan relevansi manusia (anthropos).  Oleh karena itu, sebuah novel dianggap mempunyai kualitas yang sama dengan masyarakat tertentu. Antropologi sastra adalah kajian yang menekankan pada warisan budaya masa lalu yang nampak pada karya sastra sehingga dapat dikaji lewat paparan etnografi yang ada pada karya sastra tersebut sebagai data. Pada novel ini terlihat budaya Tionghoa yang masih dipertahankan oleh para tokoh keturunan Tionghoa yang nampak pada arsitektur masjid, arakarakan naga, barongsai, nama diri, dan bahasa. Selain itu, hubungan sosial, perilaku sosial tokoh keturunan Tionghoa dengan warga masyarakat serta mata pencaharian dan sistem ekonominya dipengaruhi oleh ajaran Konfusius dan Tao. Ternyata, budaya Tionghoa yang dilaksanakan keturunan Tionghoa telah berubah fungsinya. Sekarang perayaan imlek menjadi ajang silaturahmi yang mengakrabkan mereka dengan warga sekitarnya karena mereka menerima kunjungan dari warga pribumi—yang mengucapkan selamat tahun baru. Kini tradisi memberikan angpau lebih didasarkan pada kemapanan secara ekonomi, makna angpau bukan sekadar uang yang ada di dalamnya. Angpau, bermakna senasib sepenanggungan, saling mengucapkan dan memberikan harapan baik.