Politik Hukum Pemerintah dalam Upaya Perlindungan Terhadap Komunitas Adat Terpencil (KAT)

Abstract

Berdasarkan Keppres Nomor 111 Tahun 1999 dan Kepmensos Nomor 06/PEGHUK/2002 Komunitas Adat Terpencil merupakan kelompok sosial (budaya) yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan sosial dasar (belum adanya lembaga formal di bidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan kesejahteraan sosial, ekonomi dan politik). Berdasarkan Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, Karakteristik Komunitas Adat Terpencil adalah berbentuk komunitas relatif kecil, tertutup, dan homogen; organisasi sosial I pranata sosialnya bertumpu pada hubungan kekerabatan (bersifat informal dan kental dengan norma adat); pada umumnya terpencil secara geografis dan sosial-budaya dengan masyarakat yang lebih luas; pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsistem (berburu dan meramu, peladang berpindah, nelayan subsistem, dan kombinasi diantaranya); peralatan dan teknologinya sederhana; ketergantungan kepada lingkungan hidup dan SDA setempat relatif tinggi; dan terbatasnya akses pelayanan sosial dasar, ekonomi dan politik. Data Departemen Sosial menyebutkan jumlah Komunitas Adat Terpencil (KAT) tahun 2004 sebanyak 205.029 Kepala Keluarga (KK), yang tersebar di 211 Kabupaten di 27 Provinsi. Kemudian di tahun 2009 jumlah Komunitas Adat Terpencil (KAT) sebanyak 229.479 Kepala Keluarga (KK), yang tersebar di 2.650 lokasi, 2.037 Desa, 852 Kecamatan, 246 Kabupaten yang ada di 30 Provinsi. Hal tersebut di atas, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Indonesia, dikarenakan ketidakseimbangan antara pertumbuhan Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang terjadi di lapangan dengan kebutuhan baik itu berupa regulasi yang tidak diatur secara eksplisit, maupun berupa pelaksanaan dari regulasi tersebut.  Kata kunci : Politik Hukum, Perlindungan, Komunitas Adat Terpencil (KAT)