KHURUJ DAN KEHARMONISAN KELUARGA JAMAAH TABLIGH DI KABUPATEN BONE

Abstract

This study aims to determine the attitude of the Tablighh Jamaat when leaving the family (khuruj) on the rights and obligations in the household in building harmony in the Tablighi Jama'ah family in Bone Regency. This research is important. that the life of the followers of Tablighh is rife with followers and that not a few families who join the Tabligh congregation cause ripples of family disharmony in Bone district. Field research methods using the sociology approach and normative theological approach.The results in the field were found that there were three attitudes that first the family did not fully accept meaning completely unwilling if Khuruj had to be left by the head of his family or her husband who in fact this family ended in divorce, while the second the family did not fully accept, when leaving a ripple arose disputes within his family, as well as when the head of his family returned home to accept but was forced to live in ambiguous two choices to survive by always causing disputes in the family, while the three families fully accept this, solely world affairs are no longer important but world life is a temporary stopover , all lillahitaala.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap Jamaah Tablighh ketika meninggalkan keluarga (khuruj) akan hak dan kewajiban dalam rumah tangga di dalam membangun keharmonisan keluarga Jama’ah tabligh di Kabupaten Bone. Penelitian ini penting. bahwa kehidupan jamaah tablighh marak pengikutnya dan tidak sedikit keluarga yang bergabung dalam jamaah tabligh menimbulkan riak disharmonisasi keluarga di kabupaten Bone. Metode penelitian field research dengan menggunakan pendekatan sosiologi dan pendekatan teologis normatif.Hasil di lapangan ditemukan ada tiga hal sikap bahwa pertama Keluarga tidak menerima sepenuhnya artinya benar-benar tidak rela jika harus ditinggal Khuruj oleh kepala keluarganya ataupun suaminya yang pada kenyataannya keluarga ini berakhir dengan perceraian, sedangkan yang kedua keluarga menerima tidak sepenuhnya, ketika ditinggal timbul riak perselisihan dalam keluarganya, begitupun saat kembali kepala keluarganya ke rumah menerima namun terpaksa hidup dalam ambigu dua pilihan bertahan dengan selalu menimbulkan percekcokan dalam keluarga, sementara Ketiga keluarga  menerima sepenuhnya ini, semata-mata urusan dunia bukan lagi hal penting akan tetapi kehidupan dunia adalah persinggahan sementara, semuanya lillahitaala.